Hingga kini, perihal menggelar hajatan di bulan Suro menjadi sebuah mitos atau fakta masih menjadi perdebatan, terutama di kalangan suku Jawa yang masih kental akan adatnya. Masyarakat Jawa memiliki pandangan bahwa hajatan di bulan Suro atau Muharram adalah sesuatu yang dilarang. Hal ini karena tercatat dalam beberapa primbon Jawa.
Seperti Primbon Jawa Serbaguna karya R Gunasasmita dan Primbon Betaljemur Adammakna yang menyebutkan agar tidak melaksanakan pernikahan dan hajat lainnya. Karena bila tetap menggelar hajatan akan mengalami kesukaran hidup dan rumah tangganya akan sering mengalami pertengkaran.
Pada umumnya, masyarakat Jawa menghindari bulan Suro untuk menyelenggarakan pesta pernikahan, sebab bulan itu dipercaya sebagai bulan penuh keprihatinan. Jadi, masyarakat Jawa cenderung menghindari untuk berpesta.
Larangan ini terkait dengan tragedi Karbala. Peristiwa itu menewaskan cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali bin Abi Thalib. Husein meninggal dalam perang melawan tentara Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Ummayyah yang terjadi di dekat Sungai Efrat, 10 Muharram 61 Hijriah atau 10 Oktober 680 Masehi.
Baca Juga : Hukum Menikah di Bulan Muharram
Pada umumnya, orang Jawa salah dalam menganggap larangan menikah sepanjang bulan Suro. Karena berdasarkan perhitungan primbon selaki rabi, pada dasarnya setiap bulan diperbolehkan menikah. Namun memang ada beberapa tanggal dan hari yang dianggap pantangan.
Selain itu, sebagian masyarakat Jawa masih mempercayai hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dalam melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan penting seperti pernikahan. Adapun hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dapat dilihat pada primbon.
Jadi, perkara larangan menikah di bulan Suro ini mitos atau fakta, jika dilihat dari kacamata Islam, hal ini adalah mitos. Karena faktanya, Rasulullah SAW menikahi Siti Aisyah RA pada bulan Muharram.
Hal itu dilakukan juga untuk mematahkan mitos soal larangan menikah di bulan Muharram pada zaman jahiliyyah. Terkait keputusan untuk memilih hendak menikah atau tidak di bulan Muharram itu juga kembali kepada pribadi masing-masing.
Wallahu a’lam bissawab …