Setengah dari pada sifat dan tabiat Hadratussyaikh adalah gemar bekerja, sistematis, dan teratur. Bukan saja hanya giat bekerja, tetapi mengamalkannya.
Oleh karenanya setiap ada sesuatu atau pekerjaan baru, ia tidak terburuburu untuk menyelesaikan, sebelum dipikir dan diperhitungkan masak-masak, kadang-kadang kalau misalnya hal baru itu benar-benar pelik dan rumit, maka ia mengadakan istikharah (sembahyang memohon petunjuk) lebih dahulu.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari memulai jam bekerjanya pada pukul 06.00 pagi, yaitu sesudah beliau turun dari Masjid. Pada jam tersebut biasa beberapa orang kuli tetap, tukang batu dan tukang kayu sudah berkumpul di tempat pekerjaan, yakni di sebelah rumah, atau di belakangnya.
Setelah berjabat tangan dengan mereka, kuli-kuli tetap, dan tukang-tukang itu, lalu membagikan pekerjaan kepada mereka, atau dengan kata-kata lain, memberikan perintah hariannya.
Misalnya, sawah yang sebelah sana itu, harus lekas diselesaikan, selambat-lambatnya sekian hari, ubi kayu yang baru saja dicabut dari ladang yang diawasi oleh si fulan, harus dibawa pulang hari ini juga, dan jangan lupa yang sekian % (persen) supaya diserahkan yang bekerja, yang sekian % (persen) agar diberikan kepada penduduk di desa yang telah ditunjuk beliau, dengan perantaraan kepala desanya. Penyerahan kepada kepala desa itu harus terang, ada surat penyerahan yang sah.
Kerbau yang di rumah pak fulan itu katanya beranak supaya dilihat dan disaksikan. Tukang batu, teruskan memperbaiki sumur pondok C itu, dan tukang kayu, papan tulis rusak di dekat Madrasah itu, supaya dibawa ke rumah Kiai Ahmad Baidowi (keuangan Madrasah). Setelah itu baru ia mau mendengarkan laporan-laporan yang melulu mengenai pekerjaan-pekerjaan.
Baca Juga : Hadratussyaikh dan Pemberdayaan Masyarakat
Pukul 6.30 pagi, ia sudah mulai mengajar di rumah (tingkatan pelajaran waktu pagi itu, biasanya untuk bagian mahasiswa) hingga pukul 10 pagi. Kalau kebetulan beliau tidak berpuasa, maka baru minum air kopi dengan susu sapi secangkir.
Semenjak pukul 10 pagi itu hingga jam 12 siang, untuk agenda lain-lain, yakni menemui tamu, membaca, menulis, dan lain-lain. Pukul 11.30 beliau tidur sebentar, dan pada pukul 12.30 beliau sudah sembahyang di Masjid. Pukul 13.30 beliau mulai lagi mengajar di Masjid hingga pukul 15.30.
Pada Pukul 15.30 beliau memeriksa pekerjaan kuli-kuli dan tukang-tukang, lalu mandi. Pukul 16.00 beliau sudah di Masjid lagi, dan lepas sembahyang Asar yakni pada pukul 16.30 mengajar pula di Masjid sampai pukul 17.30.
Sementara untuk menanti sembahyang Maghrib, beliau selalu menelaah kitab-kitab untuk mengisi waktu. Setelah sembahyang Maghrib dipergunakan untuk menemui tamu-tamu, dan biasanya sebagian banyak tamu di waktu itu adalah dari para wali murid yang jauh-jauh, misalnya dari Banyuwangi, Pasuruan, Malang, Surabaya, Madiun, Kediri, Solo, Jakarta, Jogjakarta, Kalimantan, Bima, Sumatera, Telukbetung, Madura, Bali, dan lain-lain sebagainya.
Setelah sembahyang Isya, beliau mengajar pula sampai pukul 11 malam. Pada pukul 11 malam itulah beliau baru makan, sebab beliau pada siang hari jarang sekali makan, sekali pun kebetulan beliau tidak berpuasa.
Kecuali kalau karena menghormati tamu, baru beliau suka makan siang. Jam 1 malam beliau istirahat tidur, dan entah 2 jam atau satu jam. Sebelum pukul 4 beliau bangun lagi, untuk Qiyamullail, (sembahyang tengah malam) dan membaca Al-Quran.
Dalam masa seminggu 2 kali beliau istirahat tiada mengajar, yaitu pada hari Selasa dan Jumat dan biasanya pada waktu istirahat itulah beliau pergi ke desa Jombok kira-kira 10 kilometer sebelah selatan Tebuireng, guna memeriksa sawah dan ladangnya.
Rencana pekerjaan harian itu tetap dipakainya. Hanya pada bulan Puasa biasanya terdapat perubahan rencana harian itu, karena dalam bulan tersebut, beliau menambah panjang jam mengajarnya.
Wallahu a’lam bissawab …