
Pada tanggal 18 Agustus lalu, bertepatan pula dengan tanggal 1 bulan Safar tahun 1445 Hijriah. Bulan kedua di kalender Hijriah setelah Muharram ini juga sama seperti bulan-bulan lainnya, memiliki sejarah dalam penamaannya.
Di balik penamaan bulan Safar ada alasan khusus, sebagaimana disampaikan oleh Imam Abul Fida Ismail bin Umar ad-Dimisyqi, atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Katsir. Hal itu tidak lepas dari keadaan orang Arab tempo dulu pada bulan ini. Safar yang memiliki arti “sepi” atau “sunyi” sesuai keadaan masyarakat Arab yang selalu sepi pada bulan Safar.
Sepi disini dalam arti senyapnya rumah-rumah mereka karena orang-orang keluar meninggalkan rumah untuk perang dan bepergian. Imam Ibnu Katsir menjelaskan demikian:
صَفَرْ: سُمِيَ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ بُيُوْتِهِمْ مِنْهُمْ، حِيْنَ يَخْرُجُوْنَ لِلْقِتَالِ وَالْأَسْفَارِ
Artinya: “Safar dinamakan dengan nama tersebut, karena sepinya rumah-rumah mereka dari mereka, ketika mereka keluar untuk perang dan bepergian.” (Ibnu Katsir, Tafsîrubnu Katsîr, [Dârut Thayyibah, 1999], juz IV, halaman 146).
Baca Juga : Alasan Kenapa Tahun Hijriah disebut Tahun Islam
Kemudian, Ibnu Manzhur menyampaikan alasan yang lebih banyak. Menurutnya, ada beberapa alasan mendasar di balik penamaan bulan Safar, di antaranya: (1) sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir; (2) orang Arab memiliki kebiasaan memanen semua tanaman yang mereka tanam, dan mengosongkan tanah-tanah mereka dari tanamanan pada bulan Safar; dan (3) pada Safar orang Arab memiliki kebiasaan memerangi setiap kabilah yang datang, sehingga kabilah-kabilah tersebut harus pergi tanpa bekal (kosong) karena mereka tinggalkan akibat rasa takut pada serangan orang Arab. (Muhammad al-Anshari, Lisânul ‘Arab, [Beirut, Dârus Shadr: 2000], juz IV, halaman 460).
Itulah sejarah penamaan dari bulan Safar. Akan tetapi, bukan berarti di bulan ini harus di sepikan atau tidak melakukan ibadah-ibadah lainnya karena penamaan tersebut. Sebagaimana sejarah, maka ada asal-usulnya.
Wallahu a’lam bissawab …