Semangat Program Kerja Nabi Muhammad dalam Mengatasi Kemiskinan

Ad
Semangat Program Kerja Nabi Muhammad

Kemiskinan masih belum sirna. Mungkin memang tak akan pernah tiada. Bukan karena pesimistis, namun kemiskinan akan selalu ada dalam kehidupan manusia. Kaya dan miskin adalah sebuah keniscayaan sosial. Namun, bukan berarti harus dibiarkan saja. Karena jika tidak dikelola dengan tepat, pasti akan menimbulkan kesenjangan sosial dan melahirkan banyak masalah yang bisa berujung pada kehancuran di berbagai bidang kehidupan.

Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi masalah di bidang sosial-ekonomi semata. Ia juga menjadi perhatian besar masalah teologi, syariat, dan agama secara umum. Di dalam Islam, semua bidang keilmuan selalu membahas masalah ini. Di bidang akidah, ketuhanan atau teologi, kemiskinan dapat berdampak kepada kekufuran, rusaknya akidah.

Di bidang syariah atau fikih, kemiskinan juga dapat mengakibatkan kriminalitas, jinâyah. Di bidang akhlak, kemiskinan rawan menjadikan orang kehilangan akal sehat dan moralitas sehingga menggadaikan harga dirinya demi meraup beberapa keping mata uang saja ataupun memenuhi perut semata.

Al-Quran mengajarkan bahwa untuk menjadi sebuah negeri yang ideal haruslah memiliki sedikitnya dua prinsip sosial: “Fakku raqabah, aw ith’âmun fî yawmin dzî masghabah, yatîman dzâ maqrabah, aw miskînan dzâ matrabah.” (Qs. Al-Balad: 13-16). Kedua  prinsip itu adalah: [1] melepaskan perbudakan (hamba sahaya), [2] atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, [2.a.] (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, [2.b] atau (kepada) orang miskin yang sangat fakir. 

Di dalam hadis Nabi, ada banyak sekali langkah-langkah kongkrit dan aplikatif yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam rangka mewujudkan visi sosial untuk membangun negeri tersebut. Berdasarkan penelusuran kami secara tematik terhadap hadis-hadis Nabi tentang masalah kemiskinan, dapat dijumpai beberpa pelajaran yang menunjukkan semangat Nabi dalam mengatasi kemiskinan.

Berikut ini adalah sedikit contoh program yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang dapat kita hidupkan dalam lembaga-lembaga sosial maupun lembaga-lembaga zakat, infak, dan sedekah seperti Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) ini:

  1. Membentuk Lembaga Filantropi

Konsep lembaga filantropi dalam hadis dapat disebut dengan istilah “mâlullâh” atau harta Allah. Dalam istilah sekarang, konsep ini lebih dekat dengan konsep wakaf atau dana abadi atau dana umat.

عن خولة بنت عامر الأنصارية، وهي امرأة حمزةَ رضي الله عنهما، قالت: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إن رجالاً يتخوّضونَ في مال الله بغير حق، فلهم النار يوم القيامة . (رواه البخاري)

“Dari Khaulah al-Anshariyyah, ia berkata: Rasulullah Sallallahu Alayhi Wasallam bersabda: “Sungguh, orang-orang yang menggunakan “harta Allah” dengan cara yang tidak benar akan mendapatkan neraka pada hari kiamat.” (HR. al-Bukhari).

Dari hadis itu dapat dipahami bahwa pada masa Nabi Muhammad, cikal bakal lembaga sosial, lembaga filantropi, dan lembaga keuangan syariah sudah mulai dibentuk oleh Rasulullah sendiri. Hanya saja, sistemnya sederhana, seperti sebuah kepanitiaan saja yang berkantor di masjid Nabawi.

Harta yang terkumpul sesegera mungkin didistribusikan kepada yang berhak sesuai dengan proporsi masing-masing. Meski demikian, ia telah mampu menyasar objek-objek filantropi yang sangat beragam, yaitu zakat, infak, sedekah, ghanimah, fay’, dan wakaf. Sebarannya pun sudah meluas hingga sampai ke Yaman. 

  1. Mengedukasi Umat Supaya Meningkat Statusnya dari Mustahiq menjadi Muzakki

Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, Rasulullah juga aktif mengedukasi orang miskin untuk bekerja, sehingga mereka terhindar dari penyakit sosial berupa mengemis dan meminta-minta. 

Suatu ketika ada seorang penduduk Madinah (sahabat anshar) yang datang meminta-minta kepada Rasulullah. Beliau tidak memarahinya. Beliau kemudian bertanya tentang apa yang dia punya. Seorang Anshar itu pun menjawab bahwa dirinya hanya memiliki sepotong kain kasar dan sebuah gelas untuk minum sehari-hari. Rasulullah meminta dua barang itu untuk diserahkan kepada beliau. Kemudian beliau melelang dua barang milik orang tersebut tersebut. Ternyata, barang itu laku dua dirham.

Rasulullah lantas menyerahkan uang dua dirham itu kepada orang tersebut dan bersabda, “Yang satu dirham, belikanlah makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Sisanya, yang satu dirham lagi gunakan untuk membeli sebuah kapak, lalu bawakan kapak itu kepadaku!” Selang beberapa saat, seorang Anshar itu menemui Rasulullah dengan membawa sebuah kapak.

Rasulullah lalu mengikatkan sebatang kayu pada kapak tersebut. Beliau langsung memerintahkan seorang Anshar tersebut untuk mencari kayu bakar dengan kapaknya itu dan kemudian menjualnya. Beberapa hari kemudian, seorang Anshar itu menemui Rasulullah sambil membawa uang 10 Dirham.  “Ini lebih baik untukmu daripada engkau datang meminta-minta,” kata Rasulullah.

  1. Menjadikan Kepedulian Terhadap Orang Miskin Sebagai Bukti Keimanan dan Kesetiaan Terhadap Islam

Di samping gerakan-gerakan tersebut di atas, Nabi Muhammad juga menjadikan kepedulian terhadap orang miskin sebagai bentuk jihad fi sabilillah. Memang antara jihad yang berarti perang mengangkat senjata tidak sama dengan jihad memerangi kemiskinan yang tidak perlu mengangkat senjata. Namun, bukan berarti jihad memerangi kemiskinan kalah utama disbanding jihad mengangkat senjata. Nabi Muhammad sangat mengapresiasi jihadnya orang-orang kaya dalam keadaan damai, yaitu jihad memerangi kemiskinan. 

Oleh karena itu, lembaga-lembaga sosial dan filantropi pada dasarnya adalah wujud nyata jihad fi sabilillah dalam situasi damai, bahkan dalam segala situasi. Hal ini terlihat jelas dari sebuah hadis,

السَّاعِيْ عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالمْجُاَهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَو الْقَائِمِ اللَّيْلَ وَالصَّائِمِ النَّهَارَ

“Orang yang berjuang untuk membantu kehidupan para janda dan orang miskin adalah setara dengan orang yang berjihad di jalan Allah, atau setara dengan ibadah malam (qiyamullail) sekaligus puasa pada siang harinya.”

  1. Mendirikan Lembaga dan Panti Sosial 

Dalam sejarah kenabian, kita sering mendengar istilah suffah dan ahlus suffah. Suffah adalah emperan atau selasar masjid Nabawi yang dijadikan sebagai tempat tinggal dan tempat belajarnya para sahabat yang tuna wisma. Sedangkan ahlus suffah adalah para sahabat yang menghuni emperan tersebut. Konsep shuffah adalah konsep lembaga pendidikan dan sekaligus pengentasan kemiskinan (sosial). Di sini para sahabat miskin mendapatkan berbagai macam fasilitas secara cuma-cuma. Tempat tinggal gratis. Belajar gratis. Beasiswa full. Jumlah mereka sekitar 70-an orang.

Di antara mereka adalah Abu Hurairah yang kemudian menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Ia juga kemudian menjadi gubenur Bahrain pada masa khalifah Umar bin Khattab. Dengan konsep suffah ini, pendidikan yang diselenggarakan oleh Nabi berhasil mengangkat para sahabat dari miskin menjadi sukses di bidang agama, pendidikan dan keilmuan, ekonomi, dan sosial.

Saat ini umat Islam memiliki tugas menghidupkan dan melestarikan semangat tersebut secara profesional. Kehadiran lembaga-lembaga filantropi seperti LSPT ini menjadi bukti bahwa Pesantren Tebuireng berkomitmen besar melestarian semangat tersebut.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *