Masih terkait Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina, MUI menghimbau pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina. Disebutkan beberapa contoh seperti melalui jalur diplomasi di PBB untuk menghentikan perang dan sanksi pada Israel, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi negara-negara OKI untuk menekan Israel agar menghentikan agresi.
Pertanyaan yang muncul adalah perjuangan Palestina yang dimaksud itu perjuangan yang dilakukan oleh siapa? Mengingat kita tahu bahwa di Palestina terdapat dua fraksi, yakni Hamas dan Fatah. Adapun Hamas, sebagian orang menganggap bahwa ia adalah teroris dan ia telah melakukan bughot karena menentang pemerintahan yang sah (Israel diakui sah oleh PBB).
Tindakannya dalam memulai serangan terhadap Israel yang membuatnya dianggap seperti itu. Maka, apakah kita juga boleh mendukung perjuangan fraksi Hamas?
Dalam menjawab pertanyaan itu, pertama kita harus memahami konsep pembelaan terhadap tanah air. Bayangkan jika kita sebagai penduduk sebuah negara yang dijajah oleh orang lain. Perang Israel-Palestina itu bukan perebutan wilayah.
Tapi Israel jelas-jelas menjajah Palestina. Itu adalah realita, bahwasanya Israel adalah suatu komunitas yang melakukan agresi militer dengan tujuan menguasai Palestina (Gaza adalah wilayah Palestina). Fakta itu perlu digarisbawahi.
Baca Juga : Mengutuk Kekejaman Israel Terhadap Palestina
Kalau kita kembali ke konsep fikih, belum masuk ke ranah perpolitikan Palestina, maka akan kita dapati cara berpikir seperti ini: Siapapun yang berada di suatu wilayah (daerah), kemudian wilayahnya direbut oleh pihak lain, maka hukum mempertahankan wilayahnya adalah fardhu ain (sangat wajib).
Hal seperti ini sama dengan terjadinya Fatwa dan Resolusi Jihad yang dikomandoi oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Hanya saja, Resolusi Jihad konteksnya adalah Indonesia dan topik kita kali ini adalah Palestina.
Fatwa jihad dari Hadratussyaikh sebagaimana kita ketahui dimunculkan ketika bangsa ini sudah memproklamirkan kemerdekaannya lalu kemudian NICA datang untuk menjajah Indonesia lagi. Maka fatwa yang dikeluarkan adalah jihad.
Bagi siapa jihad itu? Bagi semua orang yang berada dalam radius 94 km dari musuh. Keputusan ini telah dibahas dalam Muktamar NU tahun 1946 dengan rekomendasi-rekomendasi dan konsideran-konsideran yang berasal dari ibarah-ibarah fikih, sehingga mustahil diubah.
Sehingga kemudian, bagi saya pribadi yang bukan pengamat politik Timur Tengah, bicara tentang fraksi-fraksi di Palestina itu bisa kita nomorduakan. Kita sebaiknya memandang semua yang berjuang di Palestina sebagai orang-orang yang ingin negaranya merdeka secara utuh dan Israel hengkang dari Palestina. Itu menjadi titik poin sendiri.
Sehingga, kalau ditanyakan, siapa yang dimaksud pejuang Palestina? Jawabannya adalah semua orang yang memperjuangkan kedaulatan Palestina yang nyata-nyata hari ini digerogoti dan diserang oleh Israel. Sehingga, kalaulah Hamas hari ini berada di garis perjuangan itu, berarti mereka bagian dari pejuang Palestina.
Bagaimana dengan orang-orang yang juga berjuang selain Hamas atau Fatah? Dalam pandangan saya pribadi, selain Hamas pun jika memperjuangkan Palestina, maka ia adalah bagian yang juga harus kita perjuangkan atas nama kedaulatan Palestina. Sehingga untuk Hamas, kita mendukungnya atas apa yang ia lakukan hari ini, yaitu mempertahankan bangsa dan negaranya.
Bagaimana dengan anggapan bahwa Hamas adalah teroris? Bagi saya, teroris adalah label yang dilempar oleh pihak yang tidak suka kepadanya, biasanya adalah pihak yang dirugikan. Adapun bagi rakyat yang ia bela, dia malah disebut sebagai pahlawan. Ini barangkali sama dengan para pejuang Indonesia di masa lalu.
Bagi Belanda, para pejuang kemerdekaan Indonesia adalah orang-orang yang berbahaya, lantas disebut orang-orang radikal dan ekstrimis. Ekstremis ini jika dipandang dari kaca mata Belanda sebagai penjajah. Sebaliknya, bagi kita, para ekstrimis itu justru adalah pahlawan.Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pelabelan terhadap seseorang senantiasa terdiri dari dua sudut pandangan.
Mereka yang merasa dirugikan akan melabelkan hal-hal jelek, sedangkan yang dibantu akan melabelkan gelar-gelar kehormatan. Adapun bagi kita, kita hanya harus memilih berada di pihak yang mana. Kalau memang label teroris itu maknanya dan adalah jelek, maka label penjajah sejatinya lebih jelek lagi, ketika si teroris itu ternyata bertujuan mempertahankan kedaulatan bangsanya.
Apapun ideologi yang ia anut, bahkan orang-orang non-muslim sekalipun, jika ia ikut memperjuangkan bangsanya agar berdaulat secara utuh, bagi saya ya jangan disebut teroris. Sebaliknya, the real teroris itu adalah mereka yang menjajah wilayah lain. Penjajah itulah teroris yang sesungguhnya.
Wallahu a’lam bissawab …