Teladan Rasulullah dalam menjaga keharmonisan umat beragama sudah tidak diragukan lagi. Selain menjadi utusan Allah SWT sebagai nabi dan rasul dalam rangka menyampaikan wahyu-wahyu sang khalik, baginda Nabi Muhammad SAW juga seorang pemimpin atau presiden kala itu.
Berbicara soal relasi antarumat beragama, Rasulullah merupakan potret pemimpin yang sukses memberi teladan keharmonisan tanpa menyoal perbedaan. Allah swt sudah memberi penegasan dalam Al-Qur’an bahwa nabi terakhir ini diutus untuk semua umat manusia tanpa memandang latar belakang suku, budaya, agama, dan segala bentuk perbedaan lainnya. Firman-Nya ialah sebagai berikut :
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Ambiya [21]: 107).
Dalam relasi sosial, Nabi Muhammad SAW banyak bersinggungan dengan segenap lapisan masyarakat yang terdiri dari keragaman karakter, budaya, suku, ras, hingga agama. Dalam kaitannya dengan perbedaan agama, Nabi tidak menganggapnya problem dalam menjalin interaksi sosial. Nabi menyadari betul kemajemukan yang ada, tapi dari semua perbedaan itu ada yang lebih penting untuk diperjuangkan dan dipertahankan, yaitu kerukunan dan persatuan. Berikut adalah beberapa kisah yang bisa diambil teladan :
1. Berlindung di bawah paman non-Muslim
Sepeninggal Abdul Muthalib, sang kakek, Nabi Muhammad diasuh dan dibesarkan oleh pamannya, Abu Thalib. Sebagaimana pengasuh sebelumnya, Abu Thalib merawat Muhammad kecil dengan penuh kasih sayang. Saking besarnya kepedulian sang paman kepada keponakannya, ia bahkan tidak sekali dua kali pasang badan saat putra Abdullah itu mendapat ancaman dari orang-orang Quraisy. Pernah sekali waktu sekelompok Quraisy mendatangi rumah Abu Thalib agar ia menyuruh keponakannya berhenti menyebarkan agama baru di bumi Makkah. Namun, Abu Thalib tetap berpihak pada Nabi dan membiarkannya melanjutkan misi dakwah.
Hubungan Nabi Muhamad dengan Abu Thalib merupakan bukti nabi akhir zaman ini tetap menjaga keharmonisan dengan orang yang berbeda agama sekalipun. Hingga akhir hayat Abu Thalib, ia bahkan belum sempat mengucapkan kalimat syahadat. Meski ada sebagian ulama yang mengatakan ia sempat memeluk Islam di detik-detik menjelang wafat.
Baca Juga : <strong>Meneladani Sifat Rasulullah SAW dalam Kehidupan Sehari-Hari</strong>
2. Piagam Madinah dan perdamaian dengan umat Yahudi
Salah satu teladan keharmonisan Nabi dengan umat beragama lain adalah kisah pembentukkan Madinah. Saat awal kedatangan di Madinah, Nabi menyadari bahwa kota yang hendak dibangunnya ini terdiri dari masyarakat yang majemuk, tidak saja karena multi suku dan budaya, tetapi juga latar belakang agama yang beragam. Selesai menyatukan Muhajirin dan Anshar, Nabi memiliki PR besar untuk menjaga kerukunan umat Muslim dan Yahudi di Madinah saat itu. Maka dibuatlah perjanjian damai yang dikenal dengan Piagam Madinah, sebuah konstitusi negara pertama yang pernah ada sepanjang sejarah. Di antara butir perjanjian itu adalah seluruh warga negara, Muslim atau Non Muslim, wajib saling melindungi. Juga, semua wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Fathu Makkah dan kasih sayang Rasulullah SAW
Setelah membangun kota baru bernama Madinah dan sukses menciptakan tenaga militer Muslim yang tangguh, Nabi kembali ke Makkah untuk merebut tanah suci yang kemudian dikenal dengan Fathu Makkah (pembebasan Makkah). Meski pasukan Muslim sangat unggul dibanding penduduk Makkah saat itu, tidak lantas membuat Nabi angkuh dan melakukan balas dendam atas perlakuan orang Quraisy dulu. Nabi justru memaafkan mereka dan membiarkannya hidup damai berdampingan.
Wallahu a’lam bissawab …