Peran Ulama, Santri, dan Pesantren dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

Ad
Peran Ulama, Santri, dan Pesantren dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

Peran ulama, santri dan pesantren dalam memperjuangkan kemerdekaan tak banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Hal itu karena di buku-buku sejarah dan kewarganegaraan, tidak banyak atau bahkan tak tertuliskan bahwa ulama, santri, dan pesantren sangat membantu dalam proses perebutan kemerdekaan negara dari belenggu penjajahan bangsa asing.

Padahal, jika ditelisik, masih ada beberapa catatan sejarah dan cerita dari para ulama, yang menyebutkan keterlibatan para kaum sarungan tersebut. Di beberapa film seperti Sang Kiai, Sang Pencerah, dan yang terbaru Jejak Langkah 2 Ulama, juga diceritakan peran kaum muslimin tersebut dalam memperjuangkan nusantara.

Beberapa ulama yang hingga kini namanya masih harum terkenang ialah Tuanku Imam Bonjol, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah, KH. Ahmad Dahlan, KH. Samanhudi, KH. Agus Salim, KH. Zainul Arifin, KH. Mas Mansyur, KH. Wahid Hasyim, KH Zainal Mustafa, dan masih banyak lagi.

Oleh sebab itu, tidak heran jika peranan umat Islam di nusantara masih dan terus akan ada karena memang pada dasarnya pada ajaran Islam sendiri, agama mengajarkan jika cinta kepada tanah air atau hubbul wathon minal iman merupakan salah satu implementasi dari imannya seseorang itu terhadap Allah SWT dan rasul-Nya.

Rasa nasionalis yang ditanamkan para kiai kepada santrinya itu membuat banyak santri semakin mencintai Indonesia sebagai negara yang dijunjung tinggi. Kilas balik bagaimana pendidikan Islam itu sendiri dibentuk dan di bangun bukannya berlandaskan teori, tetapi para ulama yang mengabdikan dirinya di suatu lembaga sekolah keislaman atau di daerah Indonesia disebut dengan nama pesantren.

Lembaga pesantren ini sangatlah ketat dan disiplin dalam mempelajari dan mengimplementasikan agama Allah dan rasul-Nya.

Baca Juga : Makna Proklamasi bagi Bumi Pertiwi

Misalnya ketika nusantara dijajah oleh bangsa asing, umat Islam khususnya kaum santri banyak sekali dibekali oleh para kiai ilmu bela diri dan ilmu taktik perang.

Dampaknya banyak ulama dan santri yang tidak pernah padam melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda sehingga meledakkan perang besar sepanjang sejarah, yaitu Perang Jawa Diponegoro.

Pasukan Pangeran Diponegoro itu, selain terdiri dari para bangsawan, juga dipenuhi para ulama dan santri dari berbagai penjuru Jawa. Dalam naskah Jawa dan Belanda, Carey menemukan 108 Kiai, 31 Haji,15 Syekh, 12 Penghulu Yogyakarta dan 4 Kiai guru yang turut berperang bersama Diponegoro.

Kemudian, setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, mereka menyebar dan mendirikan basis-basis perlawanan dengan mendirikan masjid-masjid dan pesantren jauh dari pusat-pusat orang Belanda. Beberapa pondok pesantren tua di Jawa, terutama Jawa Timur masih menyimpan kronik-kronik sejarah ini.

Tak hanya itu, kiprah santri dalam membela negara tidak berhenti disitu saja. Perjuaangannya juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada tahun 1943-1945, hampir semua pondok pesantren membentuk laskar-laskar. Sampai sekarang, laskar yang paling populer adalah laskar hisbullah dan sabilillah.

Bahkan, peristiwa-peristiwa pelawanan sosial politik terhadap penguasa kolonial, pada umumnya dipelopori oleh para kiai sebagai pemuka agama, para haji, dan guru-guru ngaji.

Pada 21 oktober 1945, dipelopori oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari berkumpulah para kiai se-Jawa dan Madura di kantor ANO (Ansor Nahdlatul Oelama). Setelah rapat darurat sehari semalam, maka pada 22 oktober 1945 dideklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang dewasa ini dikenal dengan istilah “Resolusi Jihad”.

Menariknya lagi, pada masa penjajahan itu banyak masyarakat yang lebih mendahului perintah para ulama ketimbang para pejabat. Hal ini karena pada saat itu pengaruh agama dalam jiwa masyarakat sangatlah dalam dan menenangkan.

Sehingga, banyak sekali dari para ulama ikut berperan dalam merumuskan suatu masalah dan persoalan di bumi pertiwi ini. Maka dari itu, peran pesantren dalam memperjuangkan kemerdekaan sangatlah besar.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *