Sejarah Bulan Safar

Ad
Sejarah Bulan Safar

Sejarah bulan Safar, bulan kedua dalam kalender Islam belum diketahui oleh mayoritas umat muslim sendiri. bulan Safar juga sering disebut bulan sial. Mitos ini sudah turun temurun diyakini sejak zaman dahulu.

Bulan Safar dianggap bulan sial karena berhubungan dengan keadaan sunyi atau sepi masyarakat Arab pada bulan tersebut. Kala itu, orang-orang keluar meninggalkan rumah untuk berperang dan bepergian.

Sejarah bulan safar dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir dengan mengatakan bahwa, “Safar dinamakan dengan nama tersebut, karena sepinya rumah-rumah mereka dari mereka, ketika mereka keluar untuk perang dan bepergian.”  (Ibnu Katsir, Tafsîrubnu Katsîr, [Dârut Thayyibah, 1999], juz IV, halaman 146).

Ibnu Manzhur menjelaskan, bahwa penamaan bulan Safar berlandaskan dengan beberapa alasan mendasar sebagai berikut :

  1. Orang-orang Arab pergi berperang sehingga kota sepi
  2. Orang Arab memiliki kebiasaan memanen semua tanaman yang mereka tanam pada bulan tersebut, dan mengosongkan tanah-tanah mereka pada bulan safar
  3. Orang Arab memiliki kebiasaan memerangi setiap kabilah yang datang, sehingga kabilah-kabilah tersebut harus pergi tanpa bekal (kosong) karena takut kepada orang Arab.

Lantas, apakah mitos bahwa bulan Safar adalah bulan sial itu benar?

Dalam sejarah, ada cerita yang mendasari mengapa bulan safar dianggap bulan sial. Cerita itu mengenai suatu zaman di bulan Safar mengalami banyak musibah. Namun kemudian, Ibnu Rajab menjelaskan bahwa suatu zaman mendapatkan musibah bukan karena bulan Safar yang sial, melainkan karena banyak kemaksiatan yang dilakukan manusia pada zaman tersebut.

Baca Juga : Hubbul Wathon Minal Iman, Cinta Tanah Air yang dianjurkan dalam Islam

Penjelasan Ibnu Rajab ini diriwayatkan dalam Dar Ibn Hazm, cetakan pertama: 2004, halaman 81. Selengkapnya, Ibu Rajab berkata, “Setiap zaman yang orang mukmin menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah, maka merupakan zaman yang diberkahi; dan setiap zaman orang mukmin menyibukkannya dengan bermaksiat kepada Allah, maka merupakan zaman kesialan (tidak diberkahi).”

Rasulullah SAW pun menolak anggapan bulan Safar sebagai bulan sial. Hal itu dijelaskan dalam hadis riwayat AL Bukhari, Badruddin ‘Aini, ‘Umdatul Qari Syarhu Shahihil Bukhari, [Beirut, Dârul Kutub: 2006], juz IX, halaman 409

Rasulullah SAW bersabda : ““Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.”

Maka jelas, bahwa anggapan bulan Safar adalah bulan sial tidaklah benar.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *