Hukum Melakukan Perayaan Satu Suro dalam Kacamata Islam

Ad
Hukum Melakukan Perayaan Satu Suro dalam Kacamata Islam

Hukum melakukan perayaan satu Suro – atau satu Muharram dalam kacamata Islam ini menuai pro kontra. Pasalnya, tradisi-tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim Indonesia ini dahulu kala tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, banyak ulama pula yang memperbolehkan melakukan perayaan-perayaaan tersebut sepanjang tidak menjurus pada perbuatan syirik.

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Mahbub Maafi, menyebutkan bahwa sambutan masyarakat muslim Indonesia terhadap datangnya bulan ini sebetulnya merupakan bentuk ekspresi rasa syukur dan kebahagian.

Bulan Suro merupakan bulan yang diyakini oleh umat Islam sebagai salah satu bulan suci atau istimewa. Amalan kebajikan yang dilakukan pada bulan tersebut akan mendapatkan pahala berlipat, demikian juga jika melakukan amalan keburukan.

Seperti diketahui, sebagian masyarakat muslim Indonesia dalam menyambut datangnya bulan Suro mengadakan sejumlah kegiatan. Contohnya seperti Grebeg Suro, sedekah laut dengan kepala kerbau, hingga memandikan pusaka seperti keris, yang sudah menjadi tradisi secara turun temurun.

Baca Juga : Sejarah Penamaan Bulan Suro dalam Adat Jawa

Salah satu ulama terkemuka dari kalangan mazhab Hanbali dalam kitab al-Funun, sebagaimana dikemukakan Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab al-Adab asy-Syar’iyyah, Ibnu ‘Aqil, menyatakan, “Tidak etis menentang tradisi masyarakat kecuali tradisi yang diharamkan”.

Dari sekian banyak tradisi untuk menyambut satu Suro, Kiai Mahbub Maafi menyebut yang sering menjadi isu di tengah masyarakat muslim modern adalah tradisi sedekah laut. Yaitu berupa kepala kerbau atau kepala kambing yang dilarung ke laut.

Sedekah tersebut diberikan kepada makhluk penghuni laut, seperti plankton dan ikan, dengan harapan dapat menjauhkan bala dan menarik rejeki. Sebagaimana selama ini diketahui, sedekah dapat menolak bala dan menarik rejeki. 

Lantas, apakah bersedekah kepada hewan dapat dibenarkan dalam pandangan syariat Islam?

Di dalam kitab Mirqat al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, terdapat keterangan yang menyatakan, “Memberikan makanan dan minuman kepada setiap hewan itu ada pahalanya kecuali hewan yang diperintahkan untuk dibunuh seperti ular dan kalajengking.”

Apabila di dalam praktik sebuah tradisi ditemukan hal yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, maka tugas para ulama melakukan perbaikan pada bagian yang bermasalah. Adapun perbaikan dan pemberian informasi ini harus dilakukan dengan cara yang santun-lembut, sebagaimana yang telah dipraktikan oleh para wali di tanah Jawa. 

Jadi, sudah jelas, sepanjang tidak menimbulkan perbuatan syirik, merayakan satu Suro tetap boleh dilakukan.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *