Seperti yang sudah umum kita sebagai umat muslim ketahui, bahwa Sahabat Abu Bakar r.a. menyandang julukan As-Shiddiq. Kita akan mengulas kisah beliau dalam prosesnya mendapat julukan atau gelar tersebut.
Momentum yang menjadikan Sahabat Abu Bakar r.a. dijuluki As-Shiddiq tak lain adalah peristiwa Isra’ Mi’raj. Bagi yang belum tahu mungkin akan membayangkan Rasulullah bercerita tentang pengalaman Isra’ Mi’raj di depan banyak sahabat yang disitu juga hadir Sahabat Abu Bakar r.a..
Lalu beliau menjadi orang pertama yang membenarkan kabar tersebut di antara sahabat-sahabat lain yang hadir. Tapi faktanya ialah kafir Quraisy lah yang menceritakan kepada Sahabat Abu Bakar r.a. tentang peristiwa Isra’ Mi’raj.
Seolah mendapatkan senjata untuk melemahkan iman Sahabat Abu Bakar r.a., para kafir Quraisy bergegas menuju rumah beliau untuk menceritakan kisah yang menurut mereka tak masuk akal dan mengada-ada tersebut.
Bahkan tidak sedikit sahabat-sahabat yang dalam hatinya juga meragukan kebenaran kisah Isra’ Mi’raj. Lebih ekstrim lagi, ada beberapa yang murtad setelah mendengar kisah yang mereka nilai mustahil itu.
Memang jika dipikir menggunakan akal semata, kejadian Isra’ saja tidak akan bisa dinalar. Perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha saat itu kurang lebih harus ditempuh selama satu bulan.
Sedangkan Rasulullah melakukan Isra’ ditambah Mi’raj tidak lebih dari semalam, mana mungkin. Anggapan seperti inilah yang diyakini para kafir Quraisy akan menjadi cara ampuh melemahkan iman para sahabat, khususnya Sahabat Abu Bakar r.a.
Namun beliau merespons cerita panjang para kafir Quraisy yang bertamu di rumahnya dengan pertanyaan, “Apa benar Rasulullah berkata demikian?”
Memang jawaban seperti ini terkesan masih berpotensi untuk digoreng lagi, jadi para kafir Quraisy tak hanya mengiyakan namun menambahinya dengan bumbu-bumbu komentar negatif atas Rasulullah.
Tanpa bisa diduga, setelah memastikan bahwa kabar Isra’ Mi’raj itu benar-benar Rasulullah sendiri yang bercerita demikian, jawaban Sahabat Abu Bakar r.a. adalah:
“Sungguh aku membenarkan kabar tentang Mi’raj, maka bagaimana mungkin aku mengingkari beliau dalam peristiwa Isra’. Selama Rasulullah berkata demikian, maka sungguh beliau benar.”
Momen tersebut menjadi sebab Sahabat Abu Bakar menyandang gelar As-Shiddiq.
Bagaimana dengan kita? Bisakah kita meneladani Sahabat Abu Bakar As-Shiddiq? Mampukah kita beriman secara penuh dan utuh tanpa embel-embel apapun?
Yakinkah kita akan peristiwa Isra’ Mi’raj? Jika iya, mandat utama yang dibawa dari sidratul muntaha, yakni ibadah shalat lima waktu, sudahkah kita laksanakan dengan maksimal?
Wallahu a’lam bissawab ...