Di balik kebesaran sosok Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari sebagai seorang pendidik, ahli agama, dan pejuang kemerdekaan, terdapat satu kiprah yang tidak banyak diketahui masyarakat umum, yaitu sosok beliau sebagai seorang pemberdaya masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Hadratussyaikh tampak dari pilihan lokasi pesantren yang beliau dirikan, yaitu Tebuireng.
Tebuireng adalah sebuah dusun yang menarik perhatian Hadratussyaikh. Di lokasi tersebut, berdiri sebuah pabrik gula (PG Tjoekir) dan setiap akhir pekan terdapat pasar malam yang menjadi tempat masyarakat sekitar melakukan berbagai kemaksiatan. Meskipun terdapat pabrik, Hadratussyaikh mengamati bahwa kondisi ekonomi masyarakat tidaklah baik-baik saja. Masyarakat sekitar pabrik hidup dalam kemiskinan, termasuk mereka yang memiliki sawah yang ditanami tebu.
Pengamatan lebih lanjut menunjukkan adanya sebuah ketimpangan, di mana sawah masyarakat disewa pabrik dengan harga yang murah. Sebagian pemilik sawah bahkan ikut bekerja di pabrik, namun tetap tidak mampu mengangkat derajat ekonomi mereka.
Kondisi yang memprihatinkan ini sudah cukup lama berlangsung sehingga mendorong Hadratussyaikh untuk mencari solusi. Beliau kemudian membeli sebidang sawah di tengah masyarakat agar bisa ikut memikirkan cara untuk meningkatkan kemampuan bertani guna mendapatkan hasil yang lebih baik dari sawahnya. Beliau kemudian menyempatkan waktunya di setiap hari Selasa bersama masyarakat dengan mulai ikut mengatur pengairan di sawah, memperbaiki cara tanam, maupun hal-hal lain agar bisa meningkatkan hasil panen sawahnya.
Hingga masa kini, kisah tentang pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh Hadratussyaikh ini masih bisa kita konfirmasi ke masyarakat di sekitar PG Tjoekir dan desa-desa sekitarnya. Tidak hanya tentang persawahan, kami juga menemukan adanya beberapa peninggalan lain dari Hadratussyaikh yang melekat dengan masyarakat, yaitu bangunan masjid, aset untuk menghidupi masjid, serta majelis pengajian. Ketiga peninggalan itu diinisiasi secara langsung oleh Hadratussyaikh.
Bahkan untuk pengajian, kami dapati masyarakat di Dempok-Cukir yang masih mempertahankan khataman kitab Aqidatul Awam untuk melanjutkan pengajian yang dahulu dimulai oleh Hadratussyaikh.
Baca Juga : Nasehat Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari Tentang Sosial Kemasyarakatan
Menjiwai Hadratussyaikh dalam Memberdayakan Masyarakat
Keteladanan kisah tentang pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Hadratussyaikh tidak akan dapat dijiwai dengan sempurna tanpa melihat riwayat hidup Hadratussyaikh. Sudah banyak yang mengetahui bahwa Hadratussyaikh sejak kecil mengisi umurnya dengan belajar. Mula-mula dari ayahandanya (Kiai Asy’ari), lalu ke berbagai pesantren di Jawa dan Madura, hingga akhirnya belajar ke Makkah. Melalui riwayat seperti itu, Hadratussyaikh berarti telah menyaksikan dan merasakan bagaimana kondisi hidup masyarakat di berbagai tempat.
Di Jawa Madura, dengan konteks masa yang sedang berada pada zaman penjajahan, beliau bisa merasakan bagaimana keterbatasan gerak masyarakat. Di Makkah yang merupakan pusat belajar pelajar muslim di dunia pada waktu itu, beliau bisa membandingkan bagaimana kondisi negara-negara umat muslim yang nyatanya banyak dijajah bangsa Eropa.
Pengalaman merasakan banyak kondisi secara tidak langsung menumbuhkan sebuah karakter pejuang dalam diri Hadratussyaikh. Perjuangan itu terdiri dari dua hal yang saling berkaitan, yaitu perjuangan untuk menjaga agama Islam (Ahlussunnah wal Jamaah) dan perjuangan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, khususnya umat muslim.
Cita-cita perjuangan yang begitu luhur telah melekat dalam diri Hadratussyaikh. Dengan penguasaan ilmu agama yang begitu mumpuni, Hadratussyaikh kemudian memulai langkahnya dalam merealisasikan cita-cita itu dengan cara mendirikan Pesantren Teburieng.
Kita semua yakin bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ilmu Hadratussyaikh yang mendalam tentang keislaman dapat digunakan untuk mengubah keadaan yang beliau resahkan. Akan tetapi, dalam hubungannya dengan masyarakat awam, tentu ilmu agama yang mendalam tidak akan bisa diajarkan secara mentah.
Alih-alih memahami ajaran Islam dan menggunakannya untuk mengubah kondisi mereka, masyarakat awam justru tidak mampu mencerna ilmu-ilmu keislaman yang bersifat teoritis. Barangkali hal inilah yang kemudian mendorong Hadratussyaikh untuk terjun langsung ke masyarakat pada hari Selasa.
Hadratussyaikh bukanlah sosok yang langsung menyuguhkan kerumitan ilmu keislaman pada masyarakat awam. Sebaliknya, beliau adalah sosok yang berusaha menyederhanakan kerumitan itu, agar bisa dipahami dan digunakan oleh masyarakat awam dalam kehidupannya.
Kecenderungan ini dapat kita lihat pada beberapa kitab yang ditulis oleh Hadratussyaikh, khususnya di kitab Dhou’ul Mishbah. Di kitab tersebut, beliau menyatakan bahwa kitab itu ditulis untuk masyarakat awam yang isinya berupa ringkasan dan penyederhanaan dari aneka kitab yang cukup rumit bagi mereka.
Dalam hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat, kecenderungan Hadratussyaikh untuk memudahkan masyarakat awam di atas memiliki relevansi dengan cara Hadratussyaikh mengubah kondisi masyarakat. Beliau tidak menyuruh masyarakat awam untuk belajar aneka teori keislaman yang rumit. Beliau justru memilih untuk terjun langsung, mengamati kondisi dan akar masalah, lantas menawarkan solusi yang mungkin mereka lakukan.
Selain itu, yang tidak kalah penting untuk kita garisbawahi adalah semua upaya peningkatan ekonomi masyarakat itu dibarengi oleh Hadratussyaikh dengan membangun pusat-pusat peribadatan (masjid) beserta aset untuk merawatnya (sawah) serta majelis pengajian untuk menghidupnya.
Artinya, kondisi ekonomi yang bagus (baca: sejahtera) bukanlah satu-satunya tujuan dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Hadratussyaikh. Melainkan, hal itu merupakan pra-kondisi agar masyarakat bisa melanjutkan tingkatan dirinya menjadi manusia berilmu.
ecara bersamaan, di satu sisi masyarakat dibantu meningkatkan kesejahteraannya dan di sisi lain mereka disediakan tempat untuk meningkatkan kualitas ilmunya. Kaya tanpa ilmu hanya akan menjatuhkan masyarakat kepada sifat materialistik. Kami yakin Hadratussyaikh telah membuat pergerakan yang bisa membentuk masyarakat yang berimbang antara kesejahteraan duniawi dan kesejahteraan ukhrawi.
Wallahu a’lam bissawab …