Puasa secara etimologi bermakna al-imsak, yakni menahan diri. Secara umum, kesahihan puasa sesungguhnya hanya terdiri dari dua rukun. Pertama adalah niat dan kedua adalah intifaul muftir atau menjauhi segala yang membatalkan puasa kita. Dua hal ini sebagaimana disampaikan oleh Hadratussyaikh dalam kitabnya, Jami’atul Maqashid.
Meski hanya dua hal yang menjadi parameter kesahihan puasa, namun puasa yang kita jalankan tidak seharusnya terpaku hanya pada pemenuhan kewajiban tersebut. Kita perlu meningkatkan kualitas puasa hingga mencapai taraf yang terbaik, di mana puasa tidak sekadar menciptakan sensasi lapar dan haus, tetapi juga menjadi wahana pendidikan spiritual yang membimbing kita menjadi hamba Allah yang bertakwa.
Agar Puasa Menjadi Berkualitas
Dalam Islam, puasa tidak hanya menjadi kewajiban fisik semata, tetapi juga merupakan panggilan untuk meningkatkan kualitas spiritual dan moral seseorang. Puasa memberikan kesempatan bagi umat muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan jiwa dan pikiran, serta memperkuat hubungan dengan sesama.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa menjaga kesucian puasa tidak hanya mencakup tindakan fisik seperti menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga mencakup aspek moral dan perilaku.
Salah satu aspek yang sangat ditekankan dalam Islam adalah pentingnya menjaga lisan agar tidak mengeluarkan perkataan yang tidak berguna atau tidak baik, terutama selama berpuasa. Rasulullah SAW bersabda bahwa:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak memerlukan dia meninggalkan makan dan minum” (HR. Bukhari).
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga lisan agar tidak mengucapkan hal-hal yang tidak bermanfaat atau bahkan merugikan.
Dengan demikian, menjaga kesucian puasa tidak hanya mencakup menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga mencakup menjaga lisan dan perilaku agar tetap sesuai dengan ajaran Islam. Puasa adalah kesempatan bagi umat Muslim untuk membersihkan jiwa dan pikiran mereka, serta memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kesucian puasa dengan tidak hanya mematuhi aturan-aturan fisiknya, tetapi juga dengan memperhatikan aspek moral dan perilaku.
Baca Juga : Tetap Produktif dan Aktif Saat Berpuasa
Fenomena ‘Balas Dendam’ Saat Berbuka
Selama bulan Ramadhan, ketika umat Muslim berpuasa sepanjang hari, ada kecenderungan bagi beberapa orang untuk merasakan perasaan lapar dan haus yang mendalam. Namun, sayangnya, ada beberapa individu yang memanfaatkan momen berbuka puasa sebagai kesempatan untuk “balas dendam” atas rasa lapar dan haus yang mereka alami sepanjang hari.
Hal ini bisa tercermin dalam perilaku berlebihan dalam makan dan minum saat berbuka puasa, yang dapat menjadi bentuk pemenuhan keinginan secara berlebihan atau bahkan tindakan balas dendam atas kesulitan selama berpuasa.
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kontrol diri dan menghindari perilaku berlebihan dalam segala hal, termasuk saat berbuka puasa. Rasulullah SAW memberikan pengajaran tentang pentingnya menjaga proporsi dalam makan dan minum, bahkan ketika berbuka puasa. Beliau bersabda, “Sesungguhnya, bagian terbaik dari makanan adalah yang mencukupi, dan hanya sedikit yang lebih baik daripada makan berlebihan” (HR. Tirmidzi).
Islam juga mengajarkan bahwa puasa tidak hanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga tentang mendidik jiwa untuk memiliki kontrol diri, kesabaran, dan empati terhadap orang lain yang kurang beruntung. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan keji dan perbuatan yang buruk, maka Allah tidak memerlukan dia meninggalkan makanan dan minuman” (HR. Bukhari).
Dari hadis ini, kita bisa memahami bahwa menjaga perilaku yang baik dan menghindari sikap balas dendam adalah bagian integral dari menjalankan puasa secara benar.
Selain itu, Islam juga mengajarkan tentang pentingnya bersedekah dan berbagi rezeki dengan orang-orang yang membutuhkan, terutama selama bulan Ramadhan. Dengan berbagi makanan dengan sesama, kita tidak hanya menjalankan ajaran agama, tetapi juga mengasah sikap empati dan kepedulian terhadap orang lain.
Dalam Islam, sikap balas dendam atau perilaku berlebihan saat berbuka puasa tidaklah dianjurkan. Sebaliknya, umat Muslim diajarkan untuk menjaga kontrol diri, bersikap penuh pengendalian dan kesabaran, serta memiliki empati terhadap orang lain.
Puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga kesempatan untuk membersihkan jiwa, mendekatkan diri kepada Allah, dan meningkatkan kualitas moral serta spiritual. Oleh karena itu, menjaga sikap yang baik dan menghindari perilaku berlebihan saat berbuka puasa adalah bagian penting dari menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya menurut ajaran Islam.
Berlebihan Berbuka dan Sifat Serakah
Praktik berlebihan saat berbuka puasa, seperti makan dan minum secara berlebihan sebagai bentuk “balas dendam” atas rasa lapar dan haus yang dialami sepanjang hari, dapat dikaitkan dengan konsep keserakahan dalam Islam. Keserakahan merupakan salah satu dari delapan dosa besar yang sangat ditekankan dalam ajaran agama Islam.
Keserakahan merupakan dorongan yang kuat untuk memiliki lebih banyak harta atau kekayaan, atau untuk memenuhi keinginan duniawi secara berlebihan. Saat seseorang merasa lapar sepanjang hari selama berpuasa, dorongan alami untuk memuaskan rasa lapar tersebut bisa menjadi peluang bagi keserakahan untuk muncul.
Individu cenderung melihat momen berbuka puasa sebagai kesempatan untuk memuaskan seluruh hasrat makan dan minum yang tertunda selama sepanjang hari, bahkan melebihi kebutuhan nyata mereka.
Namun, dalam Islam, keserakahan tidak hanya terkait dengan masalah material atau kekayaan, tetapi juga mencakup kelebihan dalam konsumsi makanan dan minuman. Rasulullah SAW telah mengingatkan kita tentang bahaya keserakahan dalam berbagai hadis, serta memberikan pengajaran tentang pentingnya menjaga proporsi dalam makanan dan minuman.
Mengendalikan keserakahan selama berpuasa bukanlah hanya soal menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga tentang menahan dorongan untuk memuaskan hasrat duniawi secara berlebihan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa puasa adalah kesempatan untuk mendidik jiwa dan mengendalikan hawa nafsu, termasuk hawa nafsu untuk makan dan minum yang berlebihan.
Umat muslim dapat melatih diri untuk mengatasi keserakahan dan mengembangkan sikap yang lebih terkendali dan penuh kesabaran dengan menjaga kontrol diri dan menghindari perilaku berlebihan saat berbuka puasa.
Praktik ini sesuai dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga keseimbangan dan kontrol diri dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam hal konsumsi makanan dan minuman. Dengan demikian, praktik berlebihan saat berbuka puasa dapat dilihat sebagai contoh konkret dari tantangan untuk mengendalikan keserakahan dalam diri manusia.
Wallahu a’lam bissawab …