Politik dalam Pandangan Al-Quran
Secara eksplisit kata politik tidak ada dalam Al-Quran. Tetapi gambaran orang berkuasa itu ada, contohnya, pertama term tu’tl mulka man tasya. Kata mulk merupakan hasil dari proses politik menjadi berkuasa. Apa caranya itu pakai dinasti, dan lain lain , tapi yang jelas ada.
Selanjutnya lebih jelas politik digambarkan dalam Surat Yusuf, yakni proses Nabi Yusuf menjadi pejabat. Paling lengkap, prosesnya kan iso membade mimpi.
Lihat saja Nabi Yusuf berdoa setelah mendapatkan mandat menjadi seorang pejabat negara untuk diberikan ketajaman berpikir dan bertindak. Dalam tugasnya menjadi pejabat negara, Nabi Yusuf selalu merasa dikontrol oleh Tuhan.
Apakah Santri Harus Melek Politik?
Bagi mereka yang mempunyai bakat berpolitik, silahkan terjun di dunia politik. Tetapi harus dengan landasan politik Qurani. Yaitu bersuara secara keimanan dan bersuara yang memberikan keuntungan kepada Islam. Tegas mengatakan innaniy min al-muslimin (saya ini orang muslim).
Harus ada santri di kursi parlemen. Kita ini muslim, tetapi yang mau dan berani menunjukkan serta mengikrarkan innaniy min al-muslimin itu sedikit. Rata-rata ingin bergaya nasionalis, tidak memakai peci. Seperti sebagian kiai saat ini yang mengatakan kalau tidak usah tegang-tegang waktu pemilu.
Hal ini tidak salah jika niatnya adalah mencari aman. Tetapi saya tidak berpandangan seperti itu, karena masing-masing individu nanti akan dimintai pertanggungjawaban. Tentukan posisi anda karena nanti akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagian gus atau ulama yang cari aman menunjukkan bahwa mereka tidak punya prinsip.
Patokan Dalam Memilih pemimpin
Pemimpin itu harus bisa meniru Hadratusrrasul Muhammad SAW dalam segala bidang, terutama dalam bidang kepemimpinan. Karena Rasulullah adalah uswatun hasanah, teladan terbaik bagi umat Islam.
Namun seseorang yang bisa melihat bahwa dalam diri Rasulullah terdapat uswatun hasanah adalah liman kaan yarju Allah (orang-orang yang berharap kepada Allah). Bagi orang yang tidak punya proyeksi kepada Allah maka tidak mungkin melihat dan meneladani Rasulullah.
Memilih pemimpin itu hal yang baik, dan alangkah lebih baik lagi kalau berdasarkan a’mala shalihan tardhahu (beramal baik yang diridhai Allah). Maksudnya adalah memilih pemimpin dengan kriteria yang paling sesuai dengan syariat Islam.
Memilih pemimpin jangan berdasarkan “sedekah politik” yang diberikan. Sedekah itu memang baik, tetapi sedekah dengan maksud membeli suara rakyat apakah itu termasuk amal shalih yang diridhai-Nya?
Baca Juga : Wacana-Wacana Kriteria Pemimpin
Berperan Itu Penting!
Peran itu sangat penting. Kita bisa melihat hal ini dalam kisah Nabi Ibrahim AS saat tertangkap dan kemudian dibakar. Kemudian ada burung dengan paruhnya membawa air dengan niatan memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim.
Lalu ada temannya yang bertanya buat apa membawa air di paruhnya sambil mengejek, “dari mana ceritanya ada satu tetes air bisa memadamkan api?”.
Burung tadi menjawab dengan mantap, “inilah peran saya jika nanti ditanya oleh Allah tentang peran saya menyelamatkan nabi-Nya.”
Jadi, yang wajib bagi manusia adalah ikhtiar. Bagi seorang santri, pintar bukanlah kewajiban. Kewajiban seorang santri adalah ngaji, sinau, belajar.
Cerita di atas adalah tentang pentingya peran, entah sekecil apapun peran itu. Seperti halnya dalam dunia politik, sangat bodoh jika ada orang dalam berpolitik membicarakan menang dan kalah. Karena itu sudah urusannya Allah. Urusan kita hanya amal.
Sukses itu bukan kewajiban. Kalau sukses itu sebuah kewajiban bagaimana nasib Nabi Muhammad yang gagal dalam mengislamkan pamannya?
Hukum Mengingatkan Sesama
Ada suatu kaum yang pasti akan dibinasakan oleh Allah SWT. Lalu ada orang shalih yang mendakwahi kaum tersebut, padahal tahu bahwa kaum tersebut akan dibinasakan oleh Allah.
Kemudian ada orang yang bilang kepada orang shalih tersebut: “Buat apa kamu ingatkan? Hal itu sudah tidak ada gunanya. Besok kaum tersebut bakal dieksekusi oleh Allah SWT.”
Orang shalih tersebut menjawab: “Qaaluu ma’dhiratan ilaa rabbiy (biarlah ini saya jadikan alasan saat menghadap kepada Allah bahwa saya sudah mengingatkan)”.
Wallahu a’lam bissawab …