Kata sedekah kadangkala dipakai untuk makna zakat yang memiliki konsekuensi hukum wajib dan kadangkala dipakai untuk makna sedekah tathawwuk yang hukumnya sunah. Namun secara umum prinsip dari sedekah adalah baik dan sangat dianjurkan sehingga banyak ayat di dalam Al-Quran yang menggambarkan pentingnya bersedekah seperti dalam surah Ali ‘Imran Ayat 92:
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
Namun kemudian menjadi masalah ketika ada orang yang memiliki tanggungan seperti hutang tapi dalam satu sisi ingin bersedekah. Maka dalam hal ini ulama memiliki berbagai tafshil diantaranya: jika orang tersebut punya hutang maka membayar hutangnya lebih diprioritaskan, artinya kalau dia mampu memilih antara membayar hutang atau melaksanakan sedekah, dia harus memilih membayar hutangnya, sebagaimana hadis Nabi:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Menunda-nunda membayar utang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman,” (HR Bukhari).
Begitu pula jika seseorang tidak punya hutang tetapi uang yang ingin disedekahkan dibutuhkan oleh orang yang wajib dia nafkahi (keluarga) atau bahkan dibutuhkan oleh dirinya sendiri, hal itu juga tidak boleh berdasarkan kaidah fikih:
الضَّرَرَ لَا يُزَالُ بِالضَّرَرِ
“Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan”
Artinya tidak boleh menghilanghkan darar dengan menggunakan darar yang baru. Sekarang dia menghilangkan kesulitan orang lain dengan memberinya sedekah tapi hal itu nantinya menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri atau bagi orang yang wajib ia nafkahi.
Sehingga perlu kiranya kita mendudukkan apakah sedekah itu harus dengan uang atau bisa dengan yang lain? Bisa jadi selama ini orang terdorong bersedekah dengan uang sebab memahami sedekah hanya sebatas itu padahal berbuat baik pada keluarga, berhubungan dengan istri bahkan tersenyum saja merupakan bagian dari sedekah. Sehingga perlu ada edukasi kepada masyarakat untuk memahami sedekah dengan makna cakupan yang lebih luas.
Baca Juga : Bersedekah sebagai Bentuk Syukur atas Kelahiran Nabi
Mengenai boleh tidaknya orang yang memiliki hutang lantas ingin bersedekah. Maka kita dudukkan dulu perkaranya, apakah hutang itu hanya terbayar dengan uang yang ingin disedekahkan atau dia punya sesuatu lain yang diharapkan untuk bisa membayar hutangnya.
Jika yang terjadi adalah yang pertama maka ketentuannya sebagaimana dijelaskan di atas namun jika yang terjadi adalah yang kedua yaitu ada jaminan hutangnya terbayar, maka boleh bersedekah.
Demikian pula dengan jomblo yang terus menerus tidak berani menikah, apakah boleh dia menyedekahkan semua hartanya padahal itu dibutuhkan untuk mengurus dirinya sendiri? Maka kita lihat terlebih dahulu keperibadiannya: ketangguhan dan kesabaran dia saat tidak punya uang seperti apa? Jika tidak punya uang lantas membuatnya melakukan hal-hal negatif atau menjadikannya meminta-minta maka jelas itu tidak boleh.
Tapi jika ketangguhan dan kesabarannya sama seperti apa yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar yang menyedekahkan seluruh hartanya karena keimanan yang sangat kuat maka hal itu boleh-boleh saja.
Namun secara umum kita tidak bisa sekuat sahabat Abu Bakar dalam totalitasnya bersedekah apalagi meniru keimanannya. Sehingga menurut saya lebih utama memenuhi kebutuhan terlebih dahulu baru nanti selebihnya disedekahkan sebagaiman bunyi hadis:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)
Sebetulnya kebingungan seperti ini tidak hanya terjadi di era sekarang, di zaman nabi pun begitu. Jadi suatu ketika para sahabat yang tidak punya uang datang kepada kanjeng nabi:
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi membawa pahala-pahala mereka. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami juga berpuasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedangkan kami tidak bisa bersedekah).”
Nabi bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan buat kalian sesuatu untuk kalian bisa bersedekah dengannya? Sesungguhnya setiap tasbih itu adalah sedekah, dan setiap takbir itu adalah sedekah, dan setiap tahmid itu adalah sedekah, dan setiap tahlil itu adalah sedekah, memerintahkan kepada hal yang baikitu adalah sedekah, mencegah dari hal yang mungkar itu adalah sedekah, dan dalam kemaluan kalian itu juga terdapat sedekah.
Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, Apakah salah seorang dari kami jika menyalurkan syahwatnya (dengan benar) dia akan mendapatkan pahala?” Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian jika disalurkan pada yang haram, bukankah dia berdosa? Maka demikian pula kalau disalurkan pada yang halal tentu dia memperoleh pahala.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, seyogianya kita memberikan edukasi kepada masyarakat dalam memahami sedekah, bahwa sedekah tidak hanya dengan uang, sedekah tidak harus dengan yang banyak, bahwa berbuat baik pada keluarga dan sekedar tersenyum merupakan sedekah yang bernilai luar biasa bahkan bisa berstatus wajib dan tentu pahalanya mengalahkan pahala sunah.
Wallahu a’lam bissawab …