Bekerja merupakan perintah Allah SWT. Banyak ayat yang memerintahkan kita sebagai manusia untuk bekerja, di antaranya pada surat Al-Taubah ayat 105:
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Sebagai orang beriman kita harus mempunyai keyakinan bahwa berapa pun jumlah nominalnya rezeki yang kita peroleh sudah diatur oleh Allah SWT. Jadi setiap orang sejak lahir sudah diberikan jatah rezeki, misalnya dijatah 2 milyar, maka saat rezeki 2 milyar tersebut belum habis orang tersebut tidak akan mati, baru setelah rezekinya habis ia akan mati. Dalam sebuah hadis dikatakan:
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُمَرَ الْبَزَّازُ، ثنا ابْنُ الْأَعْرَابِيِّ، أبنا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا أَبُو عُبَيْدٍ، ثنا هُشَيْمٌ، أبنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ زُبَيْدٍ الْيَامِيِّ، عَمَّنْ أَخْبَرَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ رُوحَ الْقُدُسِ نَفَثَ فِي رُوعِي أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا، فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ»
Sesungguhnya ruh kudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati hingga sempurna rezekinya. Maka itu takwalah kpd Allah dan indahkan caramu mencari rizki.
Ada muamalah yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, maka ikutilah aturan-aturan syariat yang memperbolehkan supaya rezeki yang diperoleh menjadi halalan thayyiba. Di antara yang dilarang oleh aturan yaitu mencuri, suap, menipu dan cara buruk lainnya. Allah berfirman dalam surat Al-Nisa ayat 29:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu
Firman Allah SWT pada ayat lainnya, yaitu pada surat Al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Kata bai’ di sini kalau kita dalam ilmu ushul fiqh termasuk lafaz yang ‘am makhsus (lafaz umum yang ditakhsis), lafaz bai’ tersebut ditakhsis oleh hadis. Allah menghalalkan segala macam jual beli, kecuali yang diharamkan. Di antara jual beli yang diharamkan menurut hadis Nabi adalah jual beli anak yang masih di kandungan, jual belai yang mengandung unsur penipuan (ghisyh), dan jual beli yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian)
Adakah Hubungan Antara Kerja dan Kaya?
Kerja adalah perintah, sedangkan kaya adalah hak prerogatif Allah. Setiap manusia sudah ada jatah rezekinya, Firman Allah dalam surat al-Zukhruf ayat 32:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia
Tidak ada hubungan antara kerja dengan kaya, tetapi bekerja merupakan sunnatullah dan Allah berjanji tidak akan menyia-nyiakan orang yang bekerja. Ibaratnya orang yang bekerja pasti akan mendapatkan bayaran. Firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 30:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.
Apa Hikmah Bahwa Kebanyakan Nabi Tidak Kaya?
Allah mengutus seorang utusan sebagai seorang teladan. Memang ada Nabi yang kaya seperti Nabi Dawud kemudian dilanjut putranya Nabi Sulaiman. Mereka Nabi juga raja kaya raya. Para sahabat juga banyak yang kaya, seperti Usman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Semua Nabi oleh Allah diberikan ujian, semakin besar ujiannya semakin tinggi derjatnya. Orang beriman tentu saja tidak akan lepas dari ujian. Ujian ada dua macam, ada ujian yang enak dan tidak enak. Yang enak misalnya kekayaan, yang tidak enak contohnya kemiskinan.
Seorang yang kaya diuji dengan kekayaannya. Kalau dengan kekayaannya itu digunakan untuk hal-hal yang positif, tidak pelit dan mau berbagi dengan sesama, sedekah untuk fakir miskin, pembangunan rumah ibadah, maka hal itu termasuk infak fi sablillah. Dan Allah pasti akan menggantinya dengan berlipat ganda. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 270:
وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
Di ayat lain Allah dalam surat Saba Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ رَبِّى يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ لَهُۥ ۚ وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya
Dalam Islam banyak anjuran untuk bersedekah, zakat, haji, semua ibadah ini membutuhkan harta. Kita harus bercita-cita supaya bisa beribadah dalam bentuk infak dan sedekah, dan keduanya mensyaratkan untuk mempunyai harta.
Dalam Islam ada dua hal yang beleh kita jadikan keinginan, yaitu orang yang banyak ilmu dan bisa mengamalkan ilmunya, yang kedua orang yang banyak harta dan bisa menginfakkan hartanya di jalan Allah. Rasulullah SAW bersabda:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّةَ، حدثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيِّ بْنُ مُقَدَّمٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًا فَهُوَ يُعَلِّمُهُ وَيَقْضِي بِهِ ”
Tiada kehasudan yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: seseorang yang dikurnia oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak dan seseorang yang dikurniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia mengajarkannyaserta memberikan keputusan dengan ilmunya itu.”
Maka jika seseorang ingin menjadi seperti Usman bin Affan yang kaya dan dermawan atau pun ilmuwan seperti Ali bin Abi Thalib maka silakan bekerja dan belajar.
Wallahu a’lam bissawab …