Korupsi dalam perspektif Islam adalah perbuatan keji yang merugikan diri sendiri maupun orang banyak. Perbuatan korupsi dalam konteks agama Islam sama dengan fasad, yakni perbuatan yang merusak tatanan kehidupan yang pelakunya dikategorikan melakukan Jinayaat al-kubra (dosa besar).
Setiap tanggal 9 Desember, diperingati hari anti korupsi sedunia. Namun, peringatan itu seperti hanya sekadar peringatan semata. Faktanya, perbuatan haram ini terus merajalela. Dalam sejarah Islam sendiri, perbuatan terlarang ini telah diceritakan dalam beberapa literatur. Salah satunya ialah sebagai berikut :
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Zakariyya’ berkata, aku mendengar ‘Amir berkata, aku mendengar An-Nu’man bin Basyir radliallahu ‘anhuma dari Nabi SAW bersabda:
“Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal, lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas seraya berkata;
“Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami”. Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan selamat semuanya.”(HR. Bukhari).
Baca Juga : <strong>Macam-Macam Rezeki Dalam Islam</strong>
Korupsi dalam perspektif Islam atau lebih dikenal dalam syariat Islam diatur dalam fiqh Jinayah. Jinayah adalah sebuah tindakan atau perbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia. Oleh karenanya, tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun hukuman Allah kelak di akhirat.
Menggelapkan uang negara dalam Syari’at Islam disebut Al-ghulul, yakni mencuri ghanimah (harta rampasan perang) atau menyembunyikan sebagian (untuk dimiliki) sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian, meskipun yang diambilnya sesuatu yang nilainya relatif kecil bahkan hanya seutas benang dan jarum.
Adapun dasar hukum dari Al-ghulul, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun hadis. Salah satunya ialah sebagai berikut:
Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang), maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”. (QS. Ali-Imran : 161).
Wallahu a’lam bissawab …