Melebur Dosa

Ad
Melebur Dosa

Umat Islam di Indonesia beruntung mempunyai kegiatan halal bi halal. Halal bi halal menjadi silaturrahim yang efektif dan praktis. Halal bi halal peristiwa budaya yang bersifat lintas agama, lintas strata sosial, dan lintas kepangkatan.

Kita berkesempatan untuk meminta maaf kepada siapa kita mempunyai kesalahan. Bagi yang tidak mempunyai masalah pribadi yang berat, permintaan maaf melalui halal bi halal yang seperti basabasi, sudah memadai. Tetapi untuk mereka yang punya masalah berat, saling memaafkan harus dilakukan serius, yang merasuk kedalam hati dan jiwa.

Para ahli mengatakan bahwa emosi negatif masih terasa, seperti marah, kecewa, dendam, sakit hati. Keimanan yang kuat di dalam diri akan membantu kita secara bertahap melupakan dan memaafkan secara ikhlas. Dosa kepada Allah SWT insya Allah diampuni kalau kita memohon ampun. Dosa pribadi kepada saudara, kawan atau tetangga, seberat apa pun, insya Allah terampuni kalau kita meminta maaf sepenuh hati. Kalau tidak seketika, insya Allah secara bertahap.

Bagaimana dengan dosa profesi, misalnya korupsi atau kebijakan yang menyebabkan banyak korban? Seperti pembongkaran pasar tradisional yang menyebabkan ratusan pedagang kehilangan pekerjaan, yang dilakukan karena pengambil keputusan menerima dana dari perusahaan yang ditunjuk menjadi pengembang pasar tradisional yang dikosongkan itu?

Bagaimana dengan dosa pejabat seperti menghilangkan orang secara paksa atau melakukan tindakan yang menyebabkan terbunuhnya puluhan orang tanpa alasan yang kuat, seperti kasus Tanjung Priok dan Peristiwa 27 Juli? Atau dosa membiarkan pembalakan liar atau pencemaran lingkungan karena dibayar oleh pelakunya? Atau dosa pengacara yang membayar aparat penegak hukum supaya perkaranya dimenangkan?

Bagaimana cara meminta maaf untuk dosa profesi yang berat seperti itu? Mestinya kita harus meminta maaf kepada korban dan keluarganya. Tetapi apakah dosa itu akan hilang begitu saja kalau tidak dimaafkan? Kalau kebijakan diambil oleh atasan, bagaimana para pelaku di lapangan? Apakah dosa nya sama besar dengan perumus kebijakan?

Kita pasti tidak mampu menjawabnya. Pertanyaan ini diajukan dengan tujuan untuk menggugah kesadaran kita bahwa dosa itu cukup banyak jenis nya dan adakalanya kita terjebak dalam situasi yang mengharuskan kita terlibat dalam dosa semacam itu tanpa kita kehendaki, seperti prajurit yang diperintah atasannya untuk melakukan penyerbuan kepada pihak yang tidak jelas apa kesalahannya. Atau bawahan yang terpaksa terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya atasan dan dirinya sedikit kecipratan.

Sebenarnya beruntunglah kita yang tidak mempunyai jabatan dengan tanggung jawab (dunia dan akhirat) seberat itu. Apakah sejumlah pejabat tinggi yang kini menjadi tahanan, mau menjadi menteri, gubernur BI, dirut BUMN, gubernur atau bupati,kalau tahu bahwa akhirnya mereka harus masuk penjara?

Belum lagi kita memperhitungkan hukuman di akhirat, kalau kita memang memercayai adanya akhirat. Tetapi ternyata masih banyak orang mengejar jabatan seperti itu dengan membelinya. Padahal Islam melarang kita membeli jabatan.

Keindahan, kedalaman dan keluasan ajaran Islam sungguh luar biasa, tetapi harus diakui bahwa kita belum mampu memanfaatkannya dalam kehidupan nyata. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin baru sebatas wacana.

Islam di dalam kenyataan sehari-hari tidak seindah Islam yang didakwahkan. Dampak positif dari puasa Ramadhan tidak berjalan lama setelah Ramadhan berakhir. Semoga kita terutama para pejabat, mampu menghidupkan ruh Ramadhan di dalam diri kita sampai Sya’ban mendatang, sehingga bisa menjadi orang bertaqwa. Orang bertaqwa pasti tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *