Tolong menolong atau sikap saling membantu adalah pangkal keterlibatan umat Islam. Sebab, jika tidak ada tolong-menolong, maka semangat dan kemauan mereka akan lumpuh karena merasa tidak mampu mengejar cita-cita. Barang siapa mau tolong-menolong dalam persoalan dunia dan akhirat, maka akan sempurnalah kebahagiannya, nyaman dan sentosa hidupnya. (al-Qanun al-Asasy, 26).
Manusia hampir bisa dipastikan mutlak bermasyarakat dan bercampur dengan manusia yang lain. Sebab, seseorang tidak mungkin hidup sendirian untuk memenuhi segala kebutuhannya. Dia mau tidak mau “dipaksa” untuk hidup bermasyarakat dan berkumpul, yang bisa membawa kebaikan atau sebaliknya, bahaya. (al-Qanun al-Asasy, 22)
Suatu kaum jika mereka berselisih dan hawa nafsu telah mempermainkan hati dan pikiran mereka, maka mereka tidak akan melihat suatu tempat pun bagi kebaikan bersama. Mereka bukan kaum yang bersatu, tetapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan berbagai keinginan mereka saling berselisih. Mungkin ada yang mengira mereka menjadi satu, tetapi hati mereka sebenarnya berbeda-beda. (al-Qanun al-Asasy, 23)
Siapa saja yang mampu melihat kembali cermin sejarah dan membuka-buka lembaran yang tidak sedikit dari ihwal bangsa-bangsa dan pasang surutnya jaman serta apa yang telah terjadi pada mereka hingga menjelang kepunahannya, tentu dia akan mengetahui bahwa kejayaan yang pernah menggemilangi mereka, kebanggaan yang pernah mereka sandang dan kemuliaan yang pernah menjadi perhiasan mereka, semua itu tidak lain adalah berkat prinsip yang secara kukuh mereka pegangi, yaitu mereka bersatu dalam cita-cita, seiya sekata, searah setujuan dan pikiran-pikiran mereka pun sering sejalan. (al-Qanun al-Asasy, 24).
Wahai para ulama, berhentilah dalam bermusuhan karena berbeda pendapat tentang masalah-masalah furu’iyah, karena yang akan senang dengan kondisi ini adalah kaum kafir yang sedang menjajah negara ini. Ingat, kalian semua adalah bersaudara. (Mawa’idz, 32-33).
Wahai kaum muslim…bersatulah, tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan, karena kebahagiaan akan semakin jauh bagi kita selama kita masih terus bermusuhan. Padahal kita beragama satu Islam, bermadzhab satu Syafi’i, bertempat tinggal satu di pulau Jawa dan beraliran satu Ahlussunnah wal Jama’ah. (Mawa’idz, 34-35).
Membangun dua masjid dalam satu kawasan tidak diperbolehkan, karena akan mengganggu ketika shalat Jumat berlangsung, di samping juga memisahkan hubungan antar jamaah kaum muslimin. Jika keadaan amat mendesak, seperti sempitnya tempat akibat banyaknya jumlah jamaah, maka boleh membangun dua masjid atau lebih dalam satu kawasan.
[12.26, 4/5/2023] Wulida Ainur Rofiq: (Risalah fil Masjid, 15)
Persaudaraan sejati di antara kaum muslimin harus terwujud dalam bentuk silaturahim, menghargai perbedaan pendapat, berinteraksi sosial yang baik dengan tetangga dan kerabat, menghormati hak-hak orang tua, menyayangi kaum dhuafa’ dan anak kecil. (Risalah Aswaja, 15)
Persaudaraan sesama muslim akan hapus jika sudah tidak bertegur sapa (tadabur), saling membenci (tabaghudh), tidak bersilaturahim, saling menghasud dan tercerai berai (tidak bersatu) serta membuat keanehan dalam urusan agama. (Risalah Aswaja, 15)
Saya menyeru agar kaum muslim bersaudara dalam urusan kebaikan dan tolong menolong, berpegang teguh kepada agama Allah (Islam), tidak terpecah-belah, mengikuti ajaran al-Qur’an dan hadits, sebagaimana hal ini telah ditetapkan para ulama salafus shalih (Risalah Aswaja, 15).
Wallahu a’lam bissawab …