Memberi yang Totalitas, Pelajaran dari Kaum Anshor

Ad
Memberi yang Totalitas, Pelajaran dari Kaum Anshor

Pada tahun 622 Masehi, Rasulullah Muhammad SAW dan umat Islam yang hidup di Makkah melakukan perpindahan ke Madinah. Peristiwa itu dikenal sebagai hijrah. Mereka meninggalkan harta dan kemapanan yang telah terbangun di Makkah, serta harus memulai kembali dari nol ketika berada di Madinah. Jangankan tempat tinggal, umat Islam Makkah yang baru tiba di Madinah bahkan tidak memiliki makanan.

Karena itulah, Rasulullah SAW dalam masa-masa awal perpindahan ke Madinah ini, setelah selesai menyiapkan tempat tinggal dan masjid, lantas fokus melakukan upaya penyaudaraan antara mereka yang berasal dari Makkah (Muhajirin) dan penduduk asli Madinah (Anshor).

Jika kita hanya menggunakan pandangan materialistik, tentu tampak bahwa orang-orang Madinah dirugikan karena para muhajirin akan merepotkan mereka. Namun sejarah mencatat bahwa orang-orang Anshar Madinah justru begitu antusias membantu Muhajirin Makkah.

Setiap Rasulullah mencari bantuan untuk Muhajirin, kalangan Anshar dengan sigap mengulurkan tangan. Salah satu kisah yang penuh makna terabadikan dalam suatu hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Diceritakan dalam hadis tersebut:

Seorang lelaki Muhajirin Makkah pada masa awal perpindahan ke Madinah suatu hari mendatangi Rasulullah SAW. Ia mengadu atas kondisinya, “Ya Rasul saya sedang lapar”. Rasulullah pun mencoba menolongnya. Beliau berkata, “Datangilah istriku”. Rasulullah bermaksud memberi makanan di rumah beliau untuk Muhajirin yang kelaparan tersebut.

Akan tetapi, ketika lelaki itu mendatangi istri Nabi, ternyata di rumah Rasulullah tidak ada makanan apa pun. Rasulullah yang mengetahui hal itu kemudian berinisiatif untuk mencari bantuan dari kaum Anshor Madinah. Rasulullah menyampaikan kepada orang-orang Anshar yang berhasil beliau temui,  “Apakah ada yang mau menjamu tamu kita malam ini? Dia sedang kelaparan. Semoga Allah merahmati”. Spontan satu orang Anshar mengajukan diri dengan cepat. Ia adalah Abu Talhah. Ia mengatakan, “Saya Rasul”, mengajukan diri untuk menolong Muhajirin yang kelaparan. 

Mendapati adanya sukarelawan, Rasulullah lalu mengarahkan Muhajirin yang kelaparan kepada Abu Talhah. Abu Talhah  kemudian mengajak orang itu ke rumahnya untuk dijamu. Sesampainya di rumah, Abu Talhah memanggil istrinya dan mengatakan, “Wahai istriku tolong muliakan tamu Rasul ini.” Maksudnya adalah istri Abu Talhah diminta untuk menyiapkan makanan bagi Muhajirin tersebut, yang sebelumnya meminta tolong kepada Rasulullah.

Sebelum kita lanjutkan. Barangkali pembaca sekalian sempat mengira bahwa Abu Talhah adalah orang yang berkecukupan, sehingga langsung menawarkan bantuan. Tapi nyatanya tidak. Abu Talhah adalah orang yang hidup sederhana bersama anak istrinya. Memang ada makanan di rumahnya, tapi itu pas-pasan.

Kembali pada cerita, setelah diperintah oleh suaminya, istri Abu Talhah kemudian mengecek dapur dan mendapati makanan yang tidak berlebih. Istri Abu Talhah menyampaikan kepada suaminya, “Wahai suamiku tidak ada makanan lebih di rumah kita. Di sini hanya ada jatah makan untuk anak-anak kita.” Mendapati jawaban seperti itu, apa yang dikatakan Abu Talhah? “Wahai istriku tetap jamulah tamu Rasulullah, sajikan makanan itu untuknya. Apabila anak-anak kita merasa lapar, maka tidurkanlah mereka. Ketika tidur, mereka tidak akan merasakan lapar”.

Luar biasa. Abu Talhah mendahulukan tamu rasul, mendahulukan Muhajirin yang tidak ia kenal sebelumnya, daripada keluarganya, daripada anak-anaknya. Tanpa memberi tahu detailnya kepada sang tamu, istri Abu Talhah pun melakukan perintah suaminya, tanpa menyangkal. Ia siapkan makanan jatah anak-anak mereka untuk dihidangkan kepada sang tamu Muhajirin. Dengan itu, terpenuhilah amanat Rasulullah untuk menolong tamunya. Bagaimana dengan anak-anak Abu Talhah? Mereka ternyata dapat tertidur dan tidak merengek kelaparan sebagaimana yang direncakana oleh Abu Talhah.

Tindakan Abu Talhah tersebut, yang mengorbankan kepentingan diri dan keluarganya untuk menolong tamu Rasulullah direspon sangat positif oleh Allah SWT. Takjub dengan Abu Talhah dan keluarganya, Allah menjadikan peristiwa itu sebagai asbabun nuzul salah satu ayat Al-Qur’an yang artinya:

… Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan… (Surat Al-Hasyr: 9).

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *