Sejarah Tradisi Halal bi Halal di Bulan Syawal

Ad
Sejarah Tradisi Halal bi Halal di Bulan Syawal

Saat bulan Syawal tiba, umat Muslim terutama di Indonesia akan saling bermaaf-maafan dan bersilaturahim dari rumah ke rumah. Tradisi tersebut sering disebut dengan istilah halal bi halal. Istilah halal bi halal terdapat dalam manuskrip Babad Cirebon CS 114/ PNRI halaman 73. Dalam hal ini terdapat keterangan yang ditulis dengan huruf Arab Pegon berbunyi:

“Wong Japara sami hormat sadaya umek Desa Japara kasuled polah ing masjid kaum sami ajawa tangan sami anglampah Halal Bahalal sami rawuh amarek dateng Pangeran Karang Kampung.”

Sedangkan tradisi halal bi halal sebenarnya sudah dipraktikkan sejak abad ke-18 atau 1700-an yang berakar dari “Pisowanan” di Praja Mangkunegara Surakarta. Pada waktu itu setelah Idul Fitri, Raja Mangkunegara I (Pengeran Sambernyawa), mengadakan pertemuan antara raja dengan punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Pada acara tersebut seluruh punggawa dan prajurit antri tertib untuk sungkem kepada raja dan permaisuri.

Istilah halal bi halal ini juga dipopulerkan oleh pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935-1936. Pedagang martabak tersebut dibantu oleh pembantunya yang mempromosikan dagangnya dengan kata-kata ‘Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal.’ Sejak saat itu, istilah halal bi halal mulai populer di masyarakat Solo. Kemudian, warga Solo dan sekitarnya menggunakan istilah tersebut untuk sebutan ke taman Sriwedari di Hari Raya Idul Fitri.

Baca Juga : Kisah Lebaran dan Peringatan Nabi Tentang Orang-Orang Bangkrut

Selanjutnya era negara Indonesia, halal bi halal dipopulerkan kembali oleh KH Abdul Wahab Hasbullah yang memberikan saran kepada Presiden Sukarno sebagai untuk membentuk acara silaturahim antar pemimpin politik.

Hal ini terjadi pada 1948, ketika Presiden Sukarno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara dalam rangka silaturahim yang diberi tema “Halal bi halal.” Para tokoh politik itu duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan satu sama lain. Maka sejak saat itu berbagai instansi pemerintahan mengikuti menyelenggarakan halal bi halal.

Acara halal bi halal kemudian meluas dan diikuti seluruh masyarakat Indonesia sampai sekarang. Karena biasannya suatu tradisi yang telah diselenggarakan dan dibakukan pemerintah akan cepat menyebar ke seluruh masyarakat.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *