Di dalam hadis Nabi, ada banyak sekali langkah-langkah kongkrit dan aplikatif yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam rangka mewujudkan visi sosial untuk membangun negeri tersebut. Berdasarkan penelusuran kami secara tematik terhadap hadis-hadis Nabi tentang masalah kemiskinan, dapat dijumpai beberpa pelajaran yang menunjukkan semangat Nabi dalam mengatasi kemiskinan.
Berikut ini adalah sedikit contoh program yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang dapat kita hidupkan dalam lembaga-lembaga sosial maupun lembaga-lembaga zakat, infak, dan sedekah:
- Menggalakkan Sedekah dan Gerakan Berderma
Nabi selalu menggalakkan sedekah dalam banyak momen. Terutama sekali momen-momen lebaran atau hari raya. Beliau galakkan secara langsung dalam khutbahnya. Bahkan, usai khutbah para sahabat langsung digerakkan oleh Nabi untuk bersedekah. Ini misalnya terlihat dalam hadis-hadis tentang zakat yang memerintahkan supaya orang-orang miskin dipastikan kecukupan ekonominya pada saat hari raya. Orang-orang kayalah yang diwajibkan untuk mencukupi mereka saat itu juga.
Secara non-formal misalnya terlihat pada hadis tentang apresiasi Nabi kepada para sahabat yang berlomba-lomba bersedekah setelah beliau berkhutbah. Pada suatu pagi menjelang siang tiba-tiba Nabi didatangi oleh serombongan tamu dari Kabilah Mudlar. Mereka semua tidak beralas kaki, bahkan tak mengenakan baju. Sebagian hanya berselimutkan kain saja. Melihat kondisi mereka, Rasulullah merasa sangat iba, karena kemiskinan yang menimpa mereka.
Beliau pun segera masuk masjid dan keluar lagi untuk mengutus Bilal mengumandangkan adzan dan iqamah. Setelah itu beliau salat dan berlanjut dengan khutbah singkat. Beliau mengawali khutbahnya dengan mengutip Qs. Al-Nisa’: 1 dan Qs. Al-Hasyr: 18.
Mendengar dua ayat itu, para sahabat langsung paham, bahwa maksud Nabi adalah supaya mereka berderma kepada para tamunya ini. Tiba-tiba ada seorang sahabat yang bergerak cepat menyedekahkan sebagian dinarnya. Disusul dengan orang yang sedekah dengan dirham, pakaian, gandum, kurma, hingga ada pula yang bersedekah dengan sepotong biji kurma.
Melihat gerakan cepat tanggap para sahabat itu, langsung wajah Rasulullah tampak berbinar-binar bahagia. Lalu beliau mengapresiasi gerak cepat sahabat yang pertama berderma sehingga menginspirasi seluruh donatur yang dermawan, “Siapa yang berbuat suatu kebaikan lalu diikuti oleh orang-orang lain setelahnya, maka ia mendapatkan pahala dari kebaikan yang dia lakukan sendiri dan juga pahala kebaikan yang dilakukan oleh mereka semua, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”
Dari sini, Nabi benar-benar melakukan edukasi kepada segenap sahabat supaya peka terhadap kondisi orang lain yang berkekurangan. Beliau menjadi pengajar yang sangat peka dan bijaksana. Beliau selalu memastikan kondisi siapapun yang beliau lihat, kemudian menganjurkan hal apa saja yang dapat bermanfaat untuk orang lain sesuai situasi dan kondisi yang beliau saksikan. Para sahabat pun cerdas. Dengan cekatan, setelah dibacakan satu atau dua ayat, langsung bergerak bersedekah, tanpa menunggu perintah sedekah itu benar-benar dikhutbahkan oleh Nabi.
Baca Juga : Semangat Program Kerja Nabi Muhammad dalam Mengatasi Kemiskinan
- Membangun Persaudaraan dan Jamaah yang Solid
Mengentaskan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Butuh gerakan sosial, komunal, yang dilakukan secara bersama-sama dengan asas persaudaraan (ukhuwwah). Rasulullah menamai umat ini dengan konsep jamaah, yang berarti kebersamaan. Susah-senang harus tetap bersama-sama, berjamaah. Karena itu, beliau sering mengingatkan
عن أبي هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعَسِّرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمَاً سَتَرَهُ اللهُ فِيْ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Siapapun yang menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin yang lain dari beberapa kesulitannya di dunia, pasti Allah akan hilangkan darinya satu kesulitan pada hari kiamat. Siapapun yang meringankan orang yang kesusahan (dalam hutangnya), pasti Allah akan ringankan urusannya di dunia dan akhirat. Siapapun yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Dari sini, lembaga-lembaga filantropi perlu menjadi jembatan untuk membentuk komunitas yang dapat mempertemukan, mempersatukan, mempersaudarakan antara donatur yang dermawan dengan para mustahiq yang membutuhkan bantuan dalam bingkai konsep persaudaraan dan kebersamaan tersebut.
- Mengangkat Harkat dan Martabat Orang-orang Miskin
Nabi Muhammad memiliki pilihan hidup yang unik, bahkan tak terpikirkan oleh umumnya manusia. Beliau lebih memilih hidup di tengah-tengah orang miskin, bukan di lingkungan mewah di komunitas orang-orang kaya. Kira-kira tag line Nabi saat itu adalah “Bersama Orang Miskin!” Beliau suka berdoa, “Allâhumma ahyinî miskînan wa amitnî fî zumratil masâkîn. Hadis ini jangan disalahpahami sebagai kerelaan nabi dan anjurannya untuk menjadi miskin. Bukan! Hadis ini justru menjadi wujud nyata perjuangan Nabi dalam membela dan mengentaskan kemiskinan, serta membersamai orang-orang miskin.
Nabi minta dihidupkan dalam keadaan miskin dan diwafatkan di lingkungan orang miskin. Di saat yang lain, Nabi juga mengajarkan doa untuk berlindung dari kefakiran dan kemiskinan. Doa minta perlindungan adalah hakikat seorang muslim harus menjadi kaya, tidak boleh miskin. Sedangkan doa beliau meminta hidup dalam keadaan miskin adalah supaya orang mukmin yang kaya tidak boleh bergaya sok kaya. Meskipun sudah kaya, harus tetap ingat keadaan miskin dan tidak boleh gengsi duduk bersama orang-orang miskin, apalagi merendahkannya.
Angka kemiskinan itu tidak mungkin sampai di titik 0,00. Adanya fakir miskin adalah keniscayaan dalam sebuah komunitas atau Negara. Bahkan, seandainya indeks kekayaan sebuah Negara sudah sangat tinggi, sehingga orang termiskinnya adalah masih kategori kaya, maka dia tetap termasuk orang miskin. Jadi, miskin itu bukan soal kuantitas harta yang dimiliki. Tetapi, soal perlakuan sosial yang memandang rendah seseorang dari aspek sosial-material.
Meski demikian, bukan berarti bahwa orang yang “memaksakan diri untuk bergaya kaya” adalah orang yang patut disantuni. Dia memang sejatinya miskin, tapi dia sudah memaksakan diri untuk dipandang kaya, sehingga ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, yaitu dipandang kaya. Jadi, dia bukan lagi termasuk orang yang perlu disantuni.
Demikianlah sekelumit contoh semangat perjuangan Nabi dalam mengentaskan kemiskinan. Saat ini umat Islam memiliki tugas menghidupkan dan melestarikan semangat tersebut secara profesional. Kehadiran lembaga-lembaga filantropi seperti LSPT ini menjadi bukti bahwa Pesantren Tebuireng berkomitmen besar melestarian semangat tersebut.
Wallahu a’lam bissawab …