Tradisi Masyarakat Jawa dalam Menyambut Bulan Ramadan

Ad
Tradisi Masyarakat Jawa dalam Menyambut Bulan Ramadan

Masyarakat Indonesia termasuk dari pulau Jawa terkenal akan tradisi dan kebudayaannya. Termasuk juga dalam hal menyambut kedatangan bulan suci yang hanya datang setahun sekali. Tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan Ramadan sangatlah beragam. Tiap daerah bahkan memiliki keunikannya masing-masing dalam perayaannya. Berikut ini beberapa ritual khusus atau tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa.

  • Padusan, Jawa Tengah dan Yogyakarta

Padusan berasal dari kata adus yang berarti mandi. Tujuannya adalah menyucikan diri, membersihkan jiwa, dan raga, sehingga saat Ramadan datang, umat muslim dapat menjalani ibadah dalam kondisi suci lahir maupun batin. Tradisi yang merupakan warisan leluhur ini, dilakukan dengan cara berendam atau mandi di sumber mata air.

  • Nyadran, Jawa Tengah dan Yogyakarta

Selain padusan, masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta juga memiliki tradisi Nyadran. Tradisi ini juga dikenal sebagai ruwahan. Nyadran adalah hasil akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Nyadran diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah. Biasanya nyadran dilakukan dengan membersihkan makam orang tua atau keluarga lalu mendoakannya. Masyarakat yang melakukan tradisi nyadran percaya, membersihkan makam adalah simbol dari pembersihan diri menjelang Ramadan.

  • Kuramasan, Jawa Barat

Pada tradisi Kuramasan ini, warga akan mandi di Sungai Cipandak baik secara individu maupun kelompok. Mereka datang ke Sungai Cipandak sehari menjelang Ramadan sejak pagi hingga waktu solar Dzuhur. Tak hanya prosesi mandi massal, warga juga membersihkan sampah di Sungai Cipandak secara gotong-royong. Setelah acara selesai, dilanjutkan dengan kegiatan makan bersama atau dikenal dengan mayor di tepi sungai.

  • Megengan, Jawa Timur

Megengan berasal dari kata megeng, yang berarti menahan. Filosofinya adalah menahan segala hal yang membatalkan ibadah puasa, dari lapar dan haus, serta hawa nafsu. Tradisi ini dilakukan dengan kenduri atau selamatan, biasanya di masjid atau musala. Tak lupa, setiap warga membawa makanan untuk saling berbagi nantinya. Dalam tradisi megengan, ada satu makanan yang tak akan pernah tergantikan, yaitu kue apem. Nama apem berasal dari kata bahasa Arab yakni afwan, yang berarti maaf atau ampunan sebagai simbol permohonan ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  • Dugderan, Semarang

Upacara ini merupakan perpaduan tiga etnis yang mendominasi masyarakat Semarang yakni Jawa, Tionghoa, dan Arab. Nama dugderan diambil dari suara bedug yang ditabuh yakni ‘dug’ dan ‘der’. Tabuhan bedug tersebut merupakan pertanda dimulainya bulan Ramadan. Tradisi ini diramaikan dengan ikon berupa warak ngendhog yakni atraksi replikasi hewan berkaki empat namun berkepala mirip naga.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *