Apakah Pajak Bisa Dianggap sebagai Zakat?

Ad
Mengenal Lebih Dalam Soal Zakat Uang

Berbicara tentang pajak dan zakat, memang ada kemiripan di antara keduanya berupa mengeluarkan harta dengan prosentase tertentu dari harta yang kita miliki. Namun kemiripan itu tidak berarti kita bisa menyamakan antara pajak dan zakat. Sebab, pajak dan zakat sejatinya memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar.

Perbedaan antara pajak dan zakat setidaknya terdapat dalam tiga hal. Perbedaan pertama adalah tentang siapa yang mewajibkan. Dalam zakat, kewajibannya berasal dari Allah, sedangkan pajak kewajibannya dari pemerintah atau ulul amri. Hal ini mengakibatkan aturan zakat bersifat universal, di semua tempat (semua negara) aturannya sama. Berbeda dengan pajak yang sifatnya tergantung pada kebijakan negara. Pajak di Indonesia akan berbeda dengan pajak di Arab Saudi, misalnya.

Perbedaan kedua adalah terkait kompensasi atau timbal balik yang didapatkan setelah melakukan pembayaran. Pada zakat, kompensasinya adalah terpenuhinya rukun Islam, karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Sedangkan pajak, kompensasinya adalah diakuinya kita sebagai rakyat suatu negara. Logikanya dapat pula dibalik menjadi: Karena kita beragama Islam, maka kita membayar zakat; dan karena kita adalah rakyat Indonesia, maka kita membayar pajak.

Perbedaan ketiga adalah terkait distribusi atau penggunaan harta yang kita keluarkan. Pada zakat, penggunaannya tidak boleh sembarangan, melainkan hanya bisa diberikan kepada delapan jenis manusia saja, yaitu fakir, miskin, riqab, gharim, mualaf, fi sabilillah, ibnu sabil, dan amil. Berbeda dengan pajak yang penggunaannya dapat diberlakukan secara umum dengan asas “untuk kemaslahatan orang banyak”.

Melalui tiga perbedaan di atas, telah jelas bahwa zakat dan pajak adalah dua hal yang berbeda. Meskipun berbeda, bukan berarti pajak adalah hal yang buruk. Sebab, terkadang ada orang yang berpikir seperti ini, “Mobil ini kan saya beli dengan uang saya sendiri, kenapa masih harus membayar pajak?” Pikiran seperti ini tidak baik, sebab pajak sejatinya juga merupakan ibadah dalam Islam.

Baca Juga : Menghitung Zakat Profesi

Dalam fikih, posisi pajak adalah sama dengan utang. Artinya, kita memiliki utang kepada negara. Utang ini muncul karena akad muwathonah atau karena kita menjadi warga negara. Karena berupa utang, maka kita harus dan wajib membayarnya. Pembayaran pajak kita tersebut kemudian dikelola oleh negara untuk kemaslahatan bersama, termasuk memperbaiki fasilitas-fasilitas yang setiap hari kita nikmati, seperti jalan raya misalnya. Dengan itu, kita tidak boleh menyiasati atau curang dalam membayar pajak. Hukumnya adalah haram.

Jika dalam membayar zakat, nilai ibadah yang terkandung di dalamnya adalah pemenuhan kewajiban kita atas rukun Islam sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT, di dalam pajak juga terdapat nilai ibadah. Nilai ibadah yang terkandung dalam pajak adalah taat kepada ulul amri yang juga merupakan perintah Allah SWT. Hal ini yang mungkin kurang disadari oleh sebagian orang sehingga membayar pajak tidak diresapi sebagai ibadah.

Masalah lain yang muncul dari keengganan membayar pajak adalah pemikiran bahwa di masa lalu, di masa Nabi dan kekhalifahan, umat Islam tidak diwajibkan membayar kepada negara seperti pajak di masa kini. Hal itu memang benar, di masa lalu hanya kafir dzimmi yang membayar ke negara, namanya adalah jizyah. Namun harus kita pahami bahwa kondisi sistem kenegaraan di masa kini sangat berbeda dengan di masa lalu.

Di masa lalu, agama adalah negara itu sendiri, sedangkan di masa sekarang, negara adalah kesatuan dari banyak jenis rakyat. Sehingga, dalam konteks Indonesia khususnya, tidak ada lagi orang dengan kategori kafir dzimmi, yang ada adalah sesama warga negara Indonesia, baik beragama Islam, Kristen, Hindu, atau Budha. Semua warga itu terkena akad muwathonah sehingga wajib membayar pajak.

Apakah beban orang Islam menjadi berlipat ganda karena harus membayar zakat dan pajak? Jawabannya adalah tidak. Sebab, zakat sejatinya dibayarkan setelah kita tidak punya tanggungan. Pajak sebagaimana dibahas sebelumnya adalah tanggungan utang kepada negara. Maka, membayar zakat dihitung dengan mengurangi harta kita dengan tanggungan pajak. Dengan kata lain, harta yang kita zakati adalah harta yang telah dikurangi pajak.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *