Ketika memberikan zakat kepada orang yang berhak, ada dua jenis pemberian yang bisa kita lakukan. Pertama adalah pemberian yang bersifat konsumtif dan yang kedua adalah bersifat produktif. Sebagaimana namanya, pemberian atau distribusi konsumtif berarti memberikan zakat untuk dihabiskan oleh mustahiq (penerima zakat).
Contohnya seperti untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan distribusi produktif bersifat memenuhi kebutuhan jangka panjang agar mustahiq bisa meningkatkan kondisi ekonominya, seperti memberi modal usaha.
Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari distribusi konsumtif dan produktif. Keduanya sama-sama penting dan merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Distribusi konsumtif penting untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan jangka pendek, sedangkan distribusi produktif penting agar kaum duafa bisa keluar dari zona miskinnya. Agar distribusi zakat menjadi optimal, keduanya harus dilakukan secara serentak dan terencana.
Distribusi yang bersifat konsumtif saja tidak akan memberdayakan kaum duafa. Mereka tidak akan bisa keluar dari kemiskinan, pemberian dari zakat tidak akan bisa mencukupi kebutuhan orang itu selamanya. Selain itu, pemberian yang bersifat konsumtif tidak bisa mendidik kaum duafa untuk berusaha mengetas diri mereka dari kemiskinan. Oleh karena itu, perlu dibarengi dengan distribusi produktif.
Distribusi produktif juga tidak bisa berdiri sendiri. Distribusi produktif yang tidak dibarengi dengan distribusi konsumtif akan kacau. Bagaimana bisa memikirkan kebutuhan jangka panjang, jika kebutuhan yang mendesak seperti biaya makan sehari-hari saja belum bisa terpenuhi? Jika orang miskin yang memerlukan bantuan untuk kebutuhan harian hanya diberi zakat produktif, maka usaha produktifnya akan tersendat, bahkan dananya dialihkan untuk kebutuhan konsumtif (makan dan sejenisnya).
Terkait hubungannya dengan keabsahan, dua jenis distribusi ini telah ada sejak masa Rasulullah SAW. Beliau melakukan distribusi konsumtif dan produktif secara bersamaan. Distribusi konsumtif untuk jangka pendek, di mana orang miskin sangat membutuhkan segera akan makanan yang menyambung hidupnya. Sedangkan distribusi produktif untuk menjadikan kaum duafa lebih berdaya sehingga ekonominya membaik.
Baca Juga : Menyoal Zakat Fitrah dengan Uang
Jika kita melihat realita, memang distribusi zakat secara produktif tidak sebanyak distribusi konsumtif. Untuk mengarahkan keseimbangan agar banyaknya distribusi konsumtif tersebut bisa disisipi distribusi yang bersifat produktif, ada beberapa pola yang bisa dilakukan, yaitu:
Pertama, mengubah orientasi pemenuhan kebutuhan konsumtif dasar. Kebutuhan konsumtif dasar yang paling terlihat adalah makanan. Perlu kita akui bersama bahwa tidak mungkin kita mencukupi kebutuhan makan orang miskin setiap hari dengan dana zakat yang terbatas.
Untuk mengatasinya, distribusi zakat terkait hal ini dapat dirupakan pemenuhan gizi, seperti susu berkualitas tinggi, madu, vitamin, dan sebagainya yang dapat meningkatkan kualitas makanan para mustahiq. Hal ini akan meningkatkan kualitas kesehatan mereka. Hal lain yang juga bisa dikembangkan dari ini adalah memberikan jaminan kesehatan mustahiq yang dapat mereka gunakan ketika tertimpa musibah penyakit.
Kedua, mengembangkan pemenuhan kebutuhan dasar ke kebutuhan non-makan. Hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan sosial dan psikologis sebenarnya juga kebutuhan dasar manusia. Namun dalam distribusi zakat yang konsumtif, hal itu kurang tersentuh. Contoh pemenuhannya adalah mengupayakan pembangunan atau renovasi tempat pemukiman mustahiq. Contoh untuk kebutuhan psikologis misalnya menyalurkan zakat untuk biaya pernikahan mustahiq.
Apa hubungannya dengan psikologi? Problem psikologis sebenarnya banyak terjadi karena terlambat menikah. Salah satu penyebabnya adalah tidak punya biaya untuk menikah.
Ketiga, merambah pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia agar dapat bersaing dan meningkatkan taraf hidup. Pola distribusi yang dapat dilakukan adalah menyalurkan dana zakat dalam bentuk peningkatan kualitas pendidikan para mustahiq. Contoh praktisnya bisa berupa beasiswa sekolah, beasiswa pelatihan keterampilan non-formal, atau pelatihan kerja.
Hal ini dapat dimanfaatkan mustahiq untuk mempelajari keterampilan yang bisa mendukung mereka menjalani kehidupan dan menggapai kesejahteraan. Contohnya seperti keterampilan menjahid, pelatihan berbahasa asing, atau pelatihan profesi lainnya.
Tiga pola tersebut adalah upaya mengarahkan distribusi konsumtif ke distribusi yang lebih produktif. Adapun puncak distribusi produktif disebut dengan distribusi produktif kreatif. Contohnya seperti zakat yang diwujudkan pemberian modal bergulir sebagai modal usaha untuk membantu mengembangkan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.
Disebut kreatif karena dalam pola pemberian dan pengembangannya diperlukan kreativitas agar usaha bisa berkembang dan uang zakat tidak terbuang sia-sia.
Wallahu a’lam bissawab …