Menyoal Zakat Fitrah dengan Uang

Ad
Menyoal Zakat Fitrah dengan Uang

Apakah boleh membayar zakat fitrah menggunakan uang? Untuk menjawab hal ini, saya pertama-tama ingin mengajak pembaca sekalian untuk membaca kitab fikih yang mendasar, yaitu Al-Ghayah wa al-Taqrib, atau biasa disebut kitab Taqrib (matan dari kitab Fathul Qarib). Bagaimana ketentuan zakat fitrah di sana?

وَيُزَكِّيْ عَنْ نَفْسِهِ وَعَمَّنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ صَاعًا مِنْ قُوْتِ بَلَدِهِ

Seseorang (wajib) mengeluarkan zakat untuk dirinya sendiri dan orang muslim yang wajib ia nafkahi sebanyak satu sha’ makanan pokok daerah tempat tinggalnya.

Pada kalimat yang kami cetak tebal, tampak dengan jelas bahwa di kitab fikih tersebut, zakat fitrah dilakukan dengan membayarkan makanan pokok sebanyak satu sha’. Untuk masyarakat Indonesia, berarti yang dibayarkan adalah beras sebanyak 2,5 kg, sebagaimana Surat Keputusan Ketua Baznas Nomor 27 Tahun 2020. Lantas, bolehkah kita mengganti beras atau makanan pokok itu dengan uang yang nominalnya sepadan dengan makanan pokok di atas?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita mengetahui apa alasan fikih (sebagaimana kitab Taqrib tadi) sehingga menentukan bahwa yang wajib dikeluarkan adalah makanan pokok. Pada bagian awal pembahasan zakat fitrah di kitab tadi, terdapat tambahan penjelasan yang rinci dari Hasyiyah al-Bajuri. Penjelasan itu menyatakan bahwa kewajiban zakat muncul berdasarkan dalil hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ: عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah ketika Ramadan bagi semua manusia (muslimin) sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum: (Wajib) bagi semua orang Islam, baik merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan.

Hadis di atas itulah yang diakui oleh jumhur ulama sebagai dasar dari kewajiban zakat fitrah, sekaligus dasar dari ketentuan tentang apa yang seharusnya dibayarkan untuk melakukan zakat fitrah. Jika kita baca secara tekstual, hadis itu malah hanya membatasi cara membayar zakat dengan dua hal, yaitu kurma dan gandum. Tapi oleh para ulama, kurma dan gandum tersebut dimaknai sebagai makanan pokok.

Artinya, untuk masyarakat yang makanan pokoknya bukan kurma atau gandum, maka tidak harus membayar zakat menggunakan dua makanan tersebut. Inilah yang tadi tampak pada kitab Taqrib, bahwa yang dibayarkan adalah makanan pokok daerah tempat tinggalnya (min quti baladihi).

Baca Juga : Apakah Pajak Bisa Dianggap sebagai Zakat?

Uang sebagai Ganti Makanan Pokok

Jika kurma dan gandum bisa diganti (dimaknai) makanan pokok, apakah kemudian makanan pokok bisa diganti (digeser maknanya) menjadi uang? Jika kita bicara tentang fikih mazhab Syafi’i, maka jawabannya adalah tidak bisa. Mengapa? Karena hal itu menyalahi kaidah qiyas.

Untuk kurma dan gandum, keduanya memang makanan pokok. Maka, menqiyaskan beras ke kurma dan gandum adalah hal yang mungkin. Berbeda dengan uang yang tidak bisa dikatakan bahwa “kurma dan gandum adalah uang”.

Meskipun tidak dapat dibenarkan melalui qiyas, namun bukan berarti tidak ada pendapat yang menyatakan kebolehan zakat fitrah dengan uang. Di banyak referensi, hukum zakat fitrah dengan uang akan terbagi menjadi dua, yaitu Jumhur Ulama menyatakan bahwa tidak boleh zakat fitrah dengan uang; dan Mazhab Hanafi menyatakan bahwa boleh zakat fitrah dengan uang.

Untuk Jumhur Ulama, alasannya karena berpegang pada hadis zakat fitrah yang telah diuraikan sebelumnya beserta ketidakmungkinan melakukan qiyas kepada uang.

Satu-satunya mazhab yang menyatakan kebolehan zakat fitrah dengan uang adalah Mazhab Hanafi. Di buku terbitan Pustaka Tebuireng yang dikarang oleh Dosen Ma’had Aly, secara jelas dinyatakan: Mazhab Hanafi membolehkan zakat fitrah dengan uang senilai kadar makanan pokok yang dikeluarkan untuk zakat fitrah.

Melalui kalimat tersebut, dapat dipahami bahwa nominal uang yang dikeluarkan tidak bisa dipatenkan, melainkan tergantung pada berapa harga makanan pokok di waktu kita mengeluarkan zakat.

Apakah Mazhab Hanafi memiliki dalil atas pendapatnya? Alasan mereka, sebenarnya yang wajib dari zakat fitrah adalah membuat orang fakir tidak perlu lagi meminta-minta pada hari Idul Fitri, sebagaimana sabda Nabi SAW:

Cukupkanlah mereka agar tidak meminta-minta pada hari seperti ini.

Mencukupkan mereka bisa dilakukan dengan memberi uang, bahkan lebih mudah dan sempurna.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *