Hukum Mengucapkan ‘Selamat Natal’ Bagi Umat Islam

Ad
Hukum Mengucapkan ‘Selamat Natal’ Bagi Umat Islam

Menjelang perayaan hari raya umat Kristiania pada tanggal 25 Desember mendatang, atau disebut dengan hari raya natal, tidak heran sering dipeributkan mengenai bagaimana hukum mengucapkan ‘Selamat Natal’ bagi umat Islam. Perdebatan ini rasanya tidak kunjung menemukan titik temu, dikarenakan perbedaan pandangan atau dalil dari masing-masing ulama. Tidak jarang, perdebatan itu menimbulkan percekcokan, bahkan vonis kafir (takfîr) pada sesame muslim.

Sebaiknya, kita bertabayyun terlebih dahulu. Maka dari itu, penjelasan mengenai hukum-hukum terkait akan dijelaskan sebagai berikut :

  1. Menurut sebagian ulama, tdak ada ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal. Padahal, kondisi sosial saat Nabi Muhammad SAW hidup kala itu mengharuskannya mengeluarkan fatwa tentang hukum ucapan tersebut, mengingat Nabi dan para sahabat hidup berdampingan dengan orang Yahudi dan Nasrani (Kristiani).
  2. Karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadis yang jelas menerangkan permasalahan ini, maka problem ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi yang berlaku kaidah.
  3. Dengan demikian, maka jelas, bahwa baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadis yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini.

Sebagian ulama, meliputi Syekh bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far at-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranya: Firman Allah dalam Q.S Al-Furqan ayat 72:  

Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”.

Pada ayat tersebut, Allah menyebutkan ciri orang yang akan mendapat martabat yang tinggi di surga, yaitu yang tidak memberikan kesaksian palsu. Sedangkan, seorang muslim yang mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Kristiani tentang hari Natal. Akibatnya, dia tidak akan mendapat martabat yang tinggi di surga. Dengan demikian, mengucapkan selamat Natal hukumnya haram.

Baca Juga : <strong>Hukum Transaksi Jual Beli Online</strong>

Di samping itu, mereka juga berpedoman pada hadis riwayat Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:  

Artinya: “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut”. (HR Abu Daud, nomor 4031).

Kemudian, sebagian ulama, meliputi Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan sebagainya membolehkan untuk mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berlandaskan pada firman Allah dalam Q.S Al-Mumtahanah ayat 8:

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.

Pada ayat di atas, sudah jelas bahwa Allah tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada siapa saja yang tidak memeranginya dan tidak mengusirnya dari negerinya. Sedangkan, mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada orang non Muslim yang tidak memerangi dan mengusir, sehingga diperbolehkan.

Selain itu, mereka juga berpegangan kepada hadis Nabi riwayat Anas bin Malik:

Artinya: “Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: Masuk Islam-lah! Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata:Taatilah Abul Qasim (Nabi SAW). Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi SAW keluar seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka”. (HR Bukhari, No. 1356, 5657)  

Menanggapi hadis tersebut, Ibnu Hajar berkata : “Hadis ini menjelaskan bolehnya menjadikan non-muslim sebagai pembantu, dan menjenguknya jika ia sakit”. (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 3, halaman: 586).

Pada hadis di atas, Nabi Muhammad SAW mencontohkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada non-muslim yang tidak menyakiti mereka. Mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada mereka, sehingga diperbolehkan.

Dari pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengucapkan selamat Natal. Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan. Umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih pendapat yang benar menurut keyakinannya. Maka, perbedaan semacam ini tidak boleh menjadi konflik dan menimbulkan perpecahan.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *