Hukum Transaksi Jual Beli Online

Ad
Hukum Transaksi Jual Beli Online

Bagaimana hukum transaksi jual beli online? Pertanyaan ini terus timbul dan membanjiri kolom pertanyaan setiap ada kajian atau hal-hal terkait sedang di gelar. Munculnya pertanyaan ini bukan tanpa sebab. Pasalnya, pada kurun waktu satu dasawarsa ini, dunia termasuk Indonesia tengah dilanda musim platform toko online yang menyediakan beragam kebutuhan, mulai dari kebutuhan primer; sekunder; hingga tersier.

Fenomena semacam ini juga menimbulkan perdebatan dalam menghadapi hukum atau haram/halalnya transaksi yang dilakukan. Tapi, dapat kita lihat pula bahwa perputaran arus ekonomi melalui transaksi jual beli online semakin kuat. Untuk mendapat jawaban atas keraguan melakukan transaksi ini, mari kita bedah melalui kacamata Islam.

Jumhur ulama menutuskan, bahwa hukum akad jual beli melalui alat elektronik atau e-commerce sah, apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.

Berikut ini adalah salah satu pandangan ulama terkait keputusan tersebut :

وَالْعِبْرَةُ فِي الْعُقُودِ لِمَعَانِيهَا لَا لِصُوَرِ الْأَلْفَاظِ وَعَنِ الْبَيْعِ وَ الشِّرَاءِ بِوَاسِطَةِ التِّلِيفُونِ وَالتَّلَكْسِ وَالْبَرْقِيَاتِ كُلُّ هذِهِ الْوَسَائِلِ وَأَمْثَالِهَا مُعْتَمَدَةُ الْيَوْمِ وَعَلَيْهَا الْعَمَلُ

Artinya : “Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Jual beli via telepon, teleks, telegram, dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan,” (Muhammad bin Ahmad As-Syatiri, Syarh Al-Yaqutun Nafis: juz II, halaman 22).

Adapun ketentuan, sifat produk, dan syarat-rukun jual belinya penting diperhatikan untuk menjamin hak produsen dan konsumen agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam transaksi ini.

Baca Juga : Hukum Mencintai Rasulullah SAW

Dalam buku Syarh al-Yaqut an-Nafis karya Muhammad bin Ahmad al-Syatiri dituliskan bahwa yang diperhitungkan dalam akad-akad jual beli adalah substansinya, bukan bentuk lafalnya. Peralatan seperti telpon, media sosial dan sejenisnya hanyalah alternatif alat komunikasi yang makin lumrah digunakan.

Dalam pandangan madzhab Imam Syafi’i, perkara perdagangan, barang yang diperjualbelikan disyaratkan dapat dilihat secara langsung oleh kedua belah pihak. Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak terjadi penipuan (gharar) dalam jual beli karena Rasulullah melarang praktik tersebut. Oleh karena itu, selagi barang yang diperjualelikan halal dan dilakukan dengan benar sesuai kaidah Islam, maka hukum transaksi jual beli online adalah boleh.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *