Hukum Umat Islam Euforia Merayakan Tahun Baru Masehi

Ad
Hukum Umat Islam Euforia Merayakan Tahun Baru Masehi

Bagaimana hukum umat Islam euforia merayakan tahun baru Masehi? Pertanyaan ini timbul dan menjadi pro kontra dikalangan umat muslim, termasuk di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Menjelang tahun baru 2023, di Indonesia sendiri sudah terlihat betapa antusiasnya masyarakat dalam menyambutnya.

Mulai dari terompet, pernak-pernik tahun baru, kembang api dsb sudah dijual dimana-mana. Beragam destinasi wisata pun mulai ramai dikunjungi oleh turis lokal maupun mancanegara. Tak heran, karena tahun baru hanya datang sekali dalam setahun, momentum ini jelas tak ingin disia-siakan oleh mayoritas orang.

Lantas, bagaimana jika orang-orang muslim juga ikut merayakan pergantian tahun Masehi ini? Padahal, orang Islam juga telah memiliki sistem penanggalan sendiri, yaitu Hijriah. Mari kita simak penjelasan berikut ini!

Ahli Tafsir sekaligus mantan menteri agama Prof. Muhammad Quraish Shihab membolehkan umat Islam untuk merayakan tahun baru Masehi. Meskipun, banyak ulama yang terang-terangan melarang bahkan mengharamkan. Hal itu karena tahun baru Masehi diidentikkan dengan kelahiran Yesus. Di dalam tahun Masehi juga identik dengan pesta kembang api yang disebut penghamburan uang untuk hal yang tidak bermanfaat dan juga meniup terompet. Kebiasaan inilah yang dicap sebagai perilaku orang- orang Yahudi dan non-Muslim.

Selain itu, di malam tahun baru hotel-hotel, homestay, tempat wisata dan hiburan malam, bertambah pengunjungnya. Bahkan ada yang sengaja mengelar konser dangdut dengan biduan yang punya goyangan hot serta pakaian setengah telanjang. Aroma minuman keras pun bertebaran di sekeliling even tersebut. Pengaruh minukan keras inilah yang akan memunculkan keributan, perkelahian,tawuran, perampokan, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Nah, hal inilah yang tidak dibolehkan, karena melanggar syariat Islam.

Baca Juga : <strong>Hukum Mengucapkan ‘Selamat Natal’ Bagi Umat Islam</strong>

Kendati demikian, kita juga menjumpai di tempat lain dari kalangan remaja yang menggelar pengajian, zikir dan selawat, serta santunan anak yatim. Ada juga yang merayakannya dengan sederhana, seperti makan dan kumpul bersama teman atau keluarga.

Merayakan tahun baru atau tidak, haram atau tidak, tergantung dengan apa yang dilakukan, adakah manfaatnya dan mudhorotnya. Inilah makna tahun baru yang sebenarnya, dengan berfikir tidak kaku dan hanya memandang sesuatu dari satu sudut permasalahannya saja.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *