LSPT, Unit Pesantren Tebuireng untuk Memberdayakan Masyarakat

Ad
LSPT, Unit Pesantren Tebuireng untuk Memberdayakan Masyarakat

Pesantren Tebuireng membentuk Lembaga Sosial yang kemudian dikenal dengan LSPT pada tahun 2007. Saat ini, pada tahun 2023, lembaga ini telah berdiri selama 16 tahun, waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi.

Salah satu yang dapat dilakukan dalam rangka evaluasi adalah mendudukkan kembali posisi LSPT sebagai kepanjangan tangan Pesantren Tebuireng dalam melakukan upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana telah dicontohkan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

Pada kesempatan yang lalu, kami telah menulis di Majalah Donatur LSPT tentang sosok Hadratussyaikh sebagai seseorang yang memiliki kontribusi dan keseriusan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Legacy beliau atas hal itu masih dapat kita temui hingga hari ini. Yang harus kita lakukan di masa kini adalah meneladani apa yang telah beliau wariskan.

Untuk Pesantren Tebuireng, tentu perjuangan memberdayakan masyarakat tidak boleh ditinggalkan. Pada posisi inilah LSPT menjadi penting untuk melakukan program-program cerdas dan efektif, dengan tetap berpijak pada keteladanan Hadratussyaikh.

Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Hadratussyaikh selalu berpijak pada semangat utama berupa menciptakan manusia yang berilmu. Baiknya kami kutip kembali tulisan yang lalu: “Kondisi ekonomi yang bagus (baca: sejahtera) bukanlah satu-satunya tujuan dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Hadratussyaikh. Melainkan, hal itu merupakan pra-kondisi agar masyarakat bisa melanjutkan tingkatan dirinya menjadi manusia berilmu.”

Kutipan di atas tampak menunjukkan bahwa sejahtera secara ekonomi bukanlah tujuan utama, meski tetap dibutuhkan sebagai pra-kondisi untuk tujuan utama. Kita mengenal kaidah fikih yang maksudnya kira-kira: Sesuatu yang menjadi syarat tercapainya suatu kewajiban, menjadi wajib pula hukumnya. Sesuai dengan kaidah itulah kemudian kesejahteraan ekonomi menjadi penting diperhatikan dalam kerja dakwah keagamaan.

Sekaligus, upaya pemberdayaan masyarakat menjadi tidak terelakkan untuk dilakukan dalam usaha perjuangan agama Islam, sebagaimana yang dicontohkan oleh Hadratussyaikh di masa lalu.

Hari Selasa sebagai Hari LSPT

Salah satu tradisi yang tampak unik dari Pesantren Tebuireng adalah meliburkan santri dari aktivitas pengajian di hari selasa. Dalam sejarahnya, tradisi ini muncul karena pada hari selasa, Hadratussyaikh mengajak para santri untuk terlibat dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Beliau mengajak para santri untuk berkeliling mengamati kondisi masyarakat, mengedukasi mereka, serta memberi alternatif-alternatif solusi untuk masalah yang mereka hadapi.

Pada saat ini, tradisi libur di hari selasa tetap bertahan. Sayangnya, bertahannya libur itu tampaknya tidak diimbangi dengan bertahannya alasan di balik liburnya ngaji, yakni melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat.

Kami memiliki keinginan untuk mengisi kekurangan di atas dengan menetapkan hari selasa sebagai hari bagi LSPT untuk terjun langsung ke masyarakat, meneruskan warisan Hadratussyaikh. LSPT dapat merumuskan program-program kreatif dan efektif dengan memanfaatkan momentum dan khazanah warisan liburnya santri di hari selasa itu.

Bahkan LSPT bisa saja memunculkan semacam jargon bahwa Selasa adalah Hari LSPT, dengan maksud hari bagi LSPT untuk menggerakkan geliat pemberdayaan masyarakat, mewakili Pesantren Tebuireng dalam meneruskan legacy Hadratussyaikh.

Harus kita akui bahwa tantangan hidup dan kondisi zaman telah berkembang sedemikian rupa antara masa kita dengan masa Hadratussyaikh. Melalui riset, barangkali dapat kita simpulkan bahwa kita tidak bisa lagi meniru langkah Hadratussyaikh dalam pemberdayaan masyarakat secara sama persis.

Akan tetapi, ada semangat, nilai, prinsip, serta hal-hal abadi yang dapat kita teladani dari sosok Hadratussyaikh. Menemukan hal-hal abadi dalam kaitannya dengan urusan pemberdayaan masyarakat itulah tugas LSPT yang menjadi kepanjangan tangan Pesantren Tebuireng.

Kami berharap, tenaga-tenaga muda di seluruh lingkungan Pesantren Tebuireng, khususnya di unit LSPT, dapat menjadi agen-agen yang mampu menawarkan ide-ide kreatif. Para guru senior, di sisi lain, dapat menjadi pemberi pertimbangan dan pentashih agar ide-ide kreatif itu tetap terpantau oleh sisi kebijaksanaan dan kedewasaan.

Kolaborasi semacam itu dapat berguna untuk merumuskan formula terbaik bagi program-program pesantren, khususnya program terkait pemberdayaan masyarakat yang diwakili oleh LSPT.

Terakhir, kami mengajak pembaca sekalian untuk meyakini bahwa warisan Hadratussyaikh adalah sesuatu yang penting dan sangat layak kita pelajari untuk dikontekstualisasikan dengan problematika kemasyarakatan hari ini.

Kitab-kitab beliau, gerakan-gerakan beliau, serta khazanah sejarah terkait perjuangan beliau perlu untuk kita jadikan pijakan. Salah satu yang paling penting adalah senantiasa mengedepankan ukhuwah dan persatuan.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *