Pentingnya Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

Ad
Pentingnya Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW menimbulkan dua respons umat Islam yang bertentangan. Ada yang pro dan kontra. Masing-masing kubu mempunyai landasan dalilnya sendiri-sendiri. Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari melalui karyanya Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat mendukung pendapat yang membolehkan –bahkan menyunnahkan- peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.

Akan tetapi, beliau juga memberikan kritik terhadap praktik maulid  yang tidak selaras dengan syariat Islam, seperti berjoget dan kemungkaran-kemungkaran lainnya.

Berikut penulis sajikan alasan-alasan mengapa maulid itu boleh bahkan sunnah untuk dilaksanakan dalam kitab Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat.

1. Demi Mendapatkan Barakah Rasulullah

Syaikh Yusuf bin Isma’il al-Nabhany Rahimahullahu berkomentar dalam kitab-nya: الأنوار المحمدية 

Rasulullah SAW dilahirkan di rumah milik Muhammad bin Yusuf dan disusui oleh Tsuwaibah, seorang budak yang dimerdekakan oleh Abu Lahab. Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah karena telah memberi kabar gembira kepada Abu Lahab atas kelahiran Nabi SAW. Setelah kematian Abu Lahab, ada seseorang yang bermimpi bertemu dengan Abu Lahab. Abu Lahab ditanya: “Bagaimana keadaanmu?”.

Abu Lahab menjawab: “Saya ada di neraka, hanya saja siksaku diringankan setiap malam senin, dan saya dapat menghisap air dari kedua jariku ini -Abu Lahab memberi isyarat menunjuk pada ujung jari-jemari-. Sesungguhnya semua itu [saya peroleh] dikarenakan saya telah memerdekakan Tsuwaibah ketika dia memberi kabar gembira kepadaku atas kelahiran Nabi SAW dan juga dikarenakan Tsuwaibah-lah yang telah menyusui Nabi SAW”.

Ibnu Al-Jazary berkata: “Jika Abu Lahab yang kafir dan yang al-Qur’an turun untuk mencelanya, memperoleh balasan [yang sedemikian rupa] sebab kegembiraannya pada malam kelahiran Nabi SAW, maka bagaimana keadaan seorang muslim yang meng-esa-kan Allah SWT dari umat Nabi SAW, yang bergembira atas hari Maulid Nabi SAW dan mengerahkan segenap kemampuan-nya dalam mencintai Nabi SAW?

Oleh karena itu, umat Islam senantiasa memperingati bulan Maulid Nabi SAW; mengadakan berbagai kegiatan Maulid; bershadaqah dengan berbagai macam shadaqah; menampakkan suka cita; menambah amal-amal kebaikan; dan bersungguh-sungguh untuk membaca [riwayat] Maulid Nabi SAW. Tampak jelas mereka mendapatkan barokah Nabi SAW, berupa anugerah yang merata.

2. Mensyukuri Nikmat Kelahiran Rasulullah

Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalany Rahimahullah berkata: Barangsiapa bersungguh-sungguh melakukan kebaikan-kebaikan pada waktu peringatan maulid dan menjauhi keburukan-keburukan, peringatan maulid tersebut adalah bid’ah hasanah.

Jika tidak demikian, berarti bukan tergolong bid’ah hasanah. Saya memperoleh dasar yang kuat terkait masalah ini, yaitu Hadits dalam kitab Shahih maka Bukhari-Muslim berikut:

Sesungguhnya Nabi SAW datang ke Madinah, lalu beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Nabi SAW bertanya kepada mereka [tentang hal itu], lalu mereka menjawab: “Hari ‘Asyura adalah hari di mana Allah telah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Nabi Musa. Maka kami berpuasa pada hari ‘Asyura sebagai rasa syukur kepada Allah SWT

Hadis ini dapat dasar pijakan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah kebolehan atas apa yang telah dianugerahkan Allah pada hari tertentu, baik berupa pemberian kenikmatan maupun tercegahnya siksaan; dan pengungkapan rasa syukur tersebut diperingati lagi pada hari yang sama dalam setiap tahun.

Ungkapan rasa syukur kepada Allah dapat dilakukan dengan berbagai_macam ibadah, misalnya: sujud, puasa, shadaqah dan membaca al-Qur’an. Lalu nikmat apa lagi yang lebih agung daripada nikmat kelahiran Rasulullah yang bertepatan dengan hari maulid? 

3. Penghormatan dan Pengagungan Terhadap Rasulullah

Qadhi ‘Iyadh menjelaskan kewajiban menghormati, memuliakan dan mengagungkan Nabi SAW pada saat peringatan maulid beliau; ketika mengingat Hadits dan Sunnah beliau; dan ketika mendengar nama beliau [disebut]. Al-Qadhi ‘Iyadh berkomentar dalam kitabnya الشفا في حقوق المصطفى 

Ibrahim al-Tujiby berkata: “Wajib bagi setiap mukmin, ketika dia mengingat Nabi SAW atau [nama] beliau disebut di sampingnya, untuk bersikap rendah diri, khusyu’, memuliakan, tenang, dan merasakan wibawa dan keagungan Nabi SAW seolah-olah dia berada di hadapan Nabi SAW, yakni menghadiri majlis beliau. Lalu setiap orang mukmin mewajibkan hal itu, memperhatikannya dan melaksanakan-nya seakanakan dia berada di sisi Nabi SAW; dan hendaknya dia bertata krama dengan tata krama yang diajarkan oleh Allah SWT kepada kita, yaitu mengagungkannya, memulyakannya, melirihkan suara, dan sejenisnya.”

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *