Perayaan Maulid Nabi Menurut Para Ulama

Ad
Perayaan Maulid Nabi Menurut Para Ulama

Setiap bulan perayaan maulid nabi Muhammad SAW – bulan Rabiul Awal, selalu muncul perdebatan soal hukum perayaan maulid nabi Muhammad SAW. Meskipun sejauh ini perayaan maulid nabi sangat dianjurkan, akan tetapi ada beberapa golongan yang menstigma bahwa haram hukumnya merayakan.

Lantas, bagaimana pandagan jumhur ulama dalam menghukumi perayaan maulid nabi Muhammad SAW? Berikut penjelasan lengkapnya.

Puncak acara maulid adalah tanggal 12 Rabi`ul Awal, bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Meskipun demikian, kadang perayaan maulid di desa-desa bisa berlangsung hingga akhir bulan.

Berkenaan dengan hukum perayaan maulid, As-Suyuthi dalam al-Hawi lil Fatawi menyebutkan redaksi sebagai berikut:

 أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً” وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ.

Artinya: “Hukum Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama. Tetapi demikian, peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya. Jadi, barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (Shahih)”.

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani, juga memmberikan pendapat terkait tradisi perayaan maulid Nabi sebagai berikut:

 وَالْحَاصِلُ اَنّ الْاِجْتِمَاعَ لِاَجْلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ اَمْرٌ عَادِيٌّ وَلَكِنَّهُ مِنَ الْعَادَاتِ الْخَيْرَةِ الصَّالِحَةِ الَّتِي تَشْتَمِلُ عَلَي مَنَافِعَ كَثِيْرَةٍ وَفَوَائِدَ تَعُوْدُ عَلَي النَّاسِ بِفَضْلٍ وَفِيْرٍ لِاَنَّهَا مَطْلُوْبَةٌ شَرْعًا بِاَفْرِادِهَا.

Artinya: “Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi SAW merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faedah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya.” [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu An-Tushahha, hal. 340].

Baca Juga : Keistimewaan Maulid Nabi dan Hukum Merayakannya

Dari dua pendapat ulama di atas, dapat dipahami bahwa perayaan maulid Nabi bukanlah ibadah baru, karena isi acara dalam perayaan maulid adalah bacaan selawat, Al-Quran dan mau`idzah hasanah. Dengan demikian dalam perayaan maulid hanya formatnya yang baru, sedangkan isinya merupakan ibadah-ibadah yang telah diatur dalam Al-Qur’an maupun Hadis. Oleh karena itulah, banyak ulama yang mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi adalah bid`ah hasanah dan pelakunya mendapatkan pahala.

Di antara dalil perayaan maulid Nabi Muhammad menurut sebagian Ulama` adalah firman Allah:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad Saw) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira.” (QS.Yunus: 58).

Ayat ini menganjurkan kepada umat Islam agar menyambut gembira anugerah dan rahmat Allah. Terjadi perbedaan pendapat diantara ulama dalam menafsiri الفضل dan الرحمة. Ada yang menafsiri kedua lafadz itu dengan Al-Qur’an dan ada pula yang memberikan penafsiran yang berbeda. Abu Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa yang dimaksud dengan الفضل adalah ilmu, sedangkan الرحمة adalah Nabi Muhammad SAW.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *