Sejarah Rebo Wekasan dan Hukum Merayakannya

Ad
Sejarah Rebo Wekasan dan Hukum Merayakannya

Rebo wekasan atau Rabu pungkasan adalah hari Rabu terakhir dalam bulan Safar. Jika merujuk pada kalender masehi, Rebo wekasan ini jatuh pada tanggal 13 September 2023. Biasanya, pada hari tersebut banyak masyarakat Islam di Indonesia yang melakukan salat sunah, berkumpul dan berdoa bersama untuk menolak bala’ atau menjauhkan diri dari segala penyakit dan musibah.

Lantas, bagaimana sejarah dari Rebo wekasan dan bagaimana hukum merayakannya?

Dalam Islam sendiri, Rebo Wekasan dipercayai sebagai hari pertama Nabi Muhammad SAW sakit hingga beliau wafat. Rebo wekasan sendiri mempunyai asal usul bahwa awalnya tradisi ini dilaksanakan pada masa dakwah dari Wali Songo, di mana banyak ulama yang mengungkapkan bahwa pada bulan Safar, Allah SWT menurunkan lebih 500 macam penyakit.

Adapun pada saat itu cara untuk mengantisipasi dalam menghindari terkena penyakit dan musibah, para ulama melakukan ibadah sebanyak-banyaknya. Kemudian, berdoa untuk meminta Allah agar menjauhkan diri dari segala penyakit dan musibah yang diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Safar.

Perlu diketahui bersama, pada dasarnya tidak ada nash sharih yang menjelaskan anjuran salat Rebo wekasan. Oleh karena itu, apabila salat Rebo wekasan diniati secara khusus, seperti “aku niat salat Safar”, atau “aku niat salat Rebo wekasan”, maka tidak sah dan haram. Hal ini sesuai dengan prinsip kaidah fiqih sebagai berikut:

والأصل في العبادة أنها إذا لم تطلب لم تصح

Artinya: “Hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah.” (Syaikkh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib Hasyiyah ‘ala al-Iqna’, juz 2, hal. 60).

Atas pertimbangan tersebut, ulama mengharamkan salat Ragaib di awal Jumat bulan Rajab, salat nishfu Sya’ban, salat Asyura’ dan salat kafarat di akhir bulan Ramadan. Hal itu karena salat-salat tersebut tidak memiliki dasar hadis yang kuat.

Dalam kitab I’anatut Tholibiin ditegaskan bahwa:

Artinya: “Sang pengarang (saikh Zainuddin al-Malibari) berkata dalam kitab Irsyad al-‘Ibad, termasuk bid’ah yang tercela, pelakunya berdosa dan wajib bagi pemerintah mencegahnya, adalah salat Raghaib, 12 Rakaat di antara maghrib dan Isya’ di malam Jumat pertama bulan Rajab, salat nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, salat di akhir Jumat bulan Ramadan sebanyak 17 rakaat dengan niat mengganti salat lima waktu yang ditinggalkan, salat hari Asyura sebanyak 4 rakaat atau lebih dan salat ushbu’. Adapun hadis-hadis salat tersebut adalah palsu dan batal, jangan terbujuk oleh orang yang menyebutkannya.” (Syaikh Abu Bakr bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz 1, hal. 270).

Akan tetapi, jika salat Rebo wekasan diniati salat sunah mutlak, dalam titik ini, ulama berbeda pandangan. Menurut Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari haram. Dalam pandangannya, anjuran salat sunah mutlak yang ditetapkan berdasarkan hadis shahih tidak berlaku untuk salat Rebo wekasan, sebab anjuran tersebut hanya berlaku untuk salat-salat yang disyariatkan.

Dalam himpunan fatwanya, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng tersebut mengatakan dalam tulisan bahasa Jawa pegon:

Artinya: “Tidak boleh berfatwa, mengajak dan melakukan salat Rebo Wekasan dan salat hadiah yang disebutkan dalam pertanyaan, karena dua salat tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat. Tendensinya adalah bahwa kitab-kitab yang bisa dibuat pijakan tidak menyebutkannya, seperti kitab al-Taqrib, al-Minhaj al-Qawim, Fath al-Mu’in, al-Tahrir dan kitab seatasnya seperti al-Nihayah, al-Muhadzab dan Ihya’ Ulum al-Din. Semua kitab-kitab tersebut tidak ada yang menyebutkannya. Bagi siapapun tidak boleh berdalih kebolehan melakukan kedua salat tersebut dengan hadis shahih bahwa Nabi bersabda, salat adalah sebaik-baiknya tempat, perbanyaklah atau sedikitkanlah, karena sesungguhnya hadis tersebut hanya mengarah kepada salat-salat yang disyariatkan.” (KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana dikutip kumpulan Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur).

Baca Juga : Sejarah Penamaan Bulan Safar

Sedangkan, menurut Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki hukumnya boleh. Menurut beliau, solusi untuk membolehkan salat-salat yang ditegaskan haram dalam nashnya para fuqaha’ adalah dengan cara meniatkan salat-salat tersebut dengan niat salat sunah mutlak. Beliau menegaskan:

Artinya: “Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah salat Safar (Rebo wekasan), maka barang siapa menghendaki salat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati salat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Salat sunah mutlak adalah salat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya.” (Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki, Kanz al-Najah wa al-Surur, hal. 22).

Salat Rebo wekasan sendiri dijelaskan secara rinci meliputi tata cara dan doanya oleh Syaikh Abdul Hamid Quds dalam Kanz al-Najah wa al-Surur. Demikian pula disebutkan oleh Syaikh Ibnu Khatiruddin al-Athar dalam kitab al-Jawahir al-Khams. Salat Rebo wekasan umum dilakukan di beberapa daerah, ada yang melakukannya secara berjamaah, ada dengan sendiri-sendiri.

Demikian penjelasan mengenai hukum salat Rebo wekasan. Perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan, namun sebagai rahmat bagi umat, membuka ruang seluas-luasnya bagi mereka untuk menjalankan ritual agama tanpa keluar dari batas syariat.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *