Pada tanggal 8 November 2023, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Fatwa bernomor 83 tahun 2023 tersebut memutuskan ketentuan hukum bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya adalah wajib. Bagi kita, orang-orang muslim di Indonesia yang rata-rata adalah rakyat biasa, bagaimana cara menunaikan kewajiban tersebut?
Apabila kita perhatikan, fatwa MUI yang dijelaskan di atas telah menyebut dua cara dalam kaitan mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Cara pertama adalah mendistribusikan zakat, infaq, dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina.
Adapun cara yang kedua adalah dengan tidak mendukung agresi Israel terhadap Palestina, baik mendukung Israel secara langsung atau mendukung pihak yang mendukung Israel, baik langsung maupun tidak langsung.
Terkait cara pertama, yakni mendistribusikan harta untuk kepentingan perjuangan Palestina, khususnya distribusi zakat, MUI telah menjelaskan bahwa pada dasarnya, zakat harus didistribusikan kepada mustahik yang berada di sekitar muzakki.
Artinya, kita sebagai orang Indonesia, ketika mengeluarkan zakat, pada dasarnya harus kita berikan kepada orang-orang di sekitar kita, yakni di Indonesia sendiri. Tapi dalam keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak, sebagaimana tercantum di fatwa MUI, dana zakat boleh didistribusikan ke Palestina.
Kata kunci dari poin di atas adalah ‘boleh’, bukan ‘wajib’. Hal ini menandakan bahwa MUI tidak mewajibkan kita untuk mendistribusikan zakat ke Palestina, tetapi meperbolehkannya. Apakah ini bertentangan dengan huum fikih? Jawabannya adalah tidak.
Di fikih, bahkan di mazhab Syafi’i, terdapat pula qaul yang mengatakan jawazu naqliz zakah (boleh memindah sasaran pendistribusian zakat), termasuk di konteks kita, yakni dari Indonesia ke Palestina.
Kebolehan nazluz zakah ini harus kita pahami sebagai bentuk upaya mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina yang hukumnya wajib. Dengan kata lain, yang wajib adalah mendukung perjuangan itu, bukan naqluz zakah-nya.
Bagaimana dengan Boikot Produk Israel?
Terkait cara kedua, yakni tidak mendukung Israel, kita dapat menemukan poin rekomendasi di fatwa MUI yang menyebutkan bahwa umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme. Apakah ini berarti MUI mewajibkan kita untuk memboikot produk yang terafiliasi dengan Israel?
Harus kita perjelas di sini bahwa MUI tidak menulis kewajiban boikot, melainkan hukum haram dari mendukung agresi Israel terhadap Palestina. Kita semua tentu sepakat atas keharaman itu. Jika ditanya, apakah kita boleh mendukung suatu negara untuk menjajah negara lain? Saya yakin kita semua akan menyatakan tidak boleh.
Akan tetapi, bagaimana cara untuk tidak mendukung penjajahan itu? Apa yang harus kita lakukan agar Israel sadar bahwa tindakannya salah? Pada titik ini, ada banyak kemungkinan yang bisa kita lakukan, salah satunya adalah boikot produk yang terafiliasi dengan Israel.
Boikot atau menghentikan pembelian produk terafiliasi Israel memang dapat kita anggap sebagai langkah riil dari tidak mendukung Israel. Di fikih, kita sangat familiar dengan hukum bahwa menjual senjata tajam kepada orang yang jelas-jelas hendak melakukan pembegalan adalah haram.
Artinya, jika ada produk yang jelas-jelas mendukung agresi Israel terhadap Palestina, maka hukumnya haram. Akan tetapi, siapa yang bisa menyatakan bahwa suatu produk benar-benar terafiliasi dengan Israel?
Menurut Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, wakil presiden Republik Indonesia yang juga Ketua Umum MUI, pihak yang seharusnya merilis daftar produk yang benar-benar memberi dukungan terhadap Israel atas penjajahan yang ia lakukan kepada Palestina adalah pemerintah. Pendapat Kiai Ma’ruf tersebut menurut saya sangat tepat.
Hingga hari ini kita tahu bahwa MUI tidak merilis daftar produk terafiliasi Israel. Inilah mengapa MUI tidak mewajibkan boikot, tetapi hanya mengimbau. MUI bermaksud untuk menjaga profesionalitas dalam berfatwa, dalam bentuk menyadari adanya pembagian peran.
MUI yang berisi para kiai, yang biasa mengaji kitab-kitab kuning, tentu tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk merilis daftar produk tersebut. Di sinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan. Ketika pemerintah telah merilis, maka kita bisa menggunakan sebagai acuan dalam tindakan boikot.
Menengok Sejarah
MUI tidak mewajibkan boikot, melainkan mengimbaunya dalam bentuk rekomendasi. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pelaksanaan kewajiban mendukung perjuangan Palestina didasarkan pada prinsip ‘ala qodril imkan, atau sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, terkait di mana kita berada dan apa yang bisa kita lakukan. Selain boikot, kita juga bisa menunaikan kewajiban itu melalui doa, donasi, qunut nazilah, serta sholat ghaib, sebagaimana yang diimbau oleh MUI pula.
Kalau kita melihat sejarah, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari telah memberi kita teladan tentang cara mendukung perjuangan Palestina. Dalam Al-Inhadl, kita bisa membaca pidato Hadratussyaikh pada pembuka Mukatamar NU di Magelang. Salah satu yang disampaikan Hadratussyaikh adalah ajakan melakukan qunut nazilah untuk Palestina.
Tidak hanya itu, NU di era Hadratussyaikh bahkan membuat Hari Palestina ketika bulan Rajab. Ini menandakan bahwa terdapat banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menunaikan kewajiban mendukung perjuangan Palestina, baik melalui boikot maupun tindakan-tindakan berbasis ritual keagamaan.
Adapun terkait boikot yang memang terindikasi ada di fatwa MUI, kita harus berhati-hati agar fatwa ini tidak disalah-gunakan atau salah sasaran. Jangan sampai orang yang tidak terafiliasi pada Israel atau pendukungnya justru terkena imbas dikarenakan tidak jelasnya produk mana yang terafiliasi dan yang tidak. Rilisan daftar dari pemerintah, sebagaimana disampaikan oleh Kiai Ma’ruf adalah solusi untuk menghindari hal itu.
Terlepas dari itu semua, hari ini kita melihat banyaknya lembaga-lembaga nasional dan internasional, baik berbasis agama Islam mauupun tidak, telah mengecam tindakan Israel terhadap Palestina, yang sudah bisa disebut pembunuhan manusiaan dan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. NU, MUI, Negara Indonesia, OKI, bahkan PBB berada pada posisi itu.
Kita bisa mengatakan bahwa telah ada ittifaq atau sudah menjadi al-sawad al-a’dham bahwa Israel melakukan tindakan yang salah dan kita harus mendukung perjuangan Palestina.
Wallahu a’lam bissawab …