Rindu Bulan Penuh Berkah dan Rahmah

Ad
Rindu Bulan Penuh Berkah dan Rahmah

Salah satu lagu Bimbo mengungkapkan kerinduan umat Islam akan Ramadhan, bulan mulia yang penuh berkah dan rahmah. Dari sejak bulan Rajab, lalu Sya’ban, banyak umat Islam yang menunggu dengan penuh harap akan kehadiran Ramadhan.

Banyak yang berdoa supaya diberi kesempatan untuk bisa menjalani Ramadhan. Yang sudah berumur, memanjatkan doa jangan dipanggil menghadap Allah sebelum menjalani Ramadhan. Atau mungkin mohon supaya bisa wafat di bulan Ramadhan.

Allah SWT berfirman dalam al Baqarah ayat 183:

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar supaya kamu sekalian bertakwa”.

Itu juga menunjukkan betapa pentingnya berpuasa bagi kaum Muslimin karena tujuannya adalah menjadi orang yang bertakwa, yaitu derajat tertinggi didalam Islam. Takwa adalah tujuan dan hasil dari amal puasa kita.

Takwa berada di dalam hati. Rasulullah saw bersabda: “Takwa itu ada di sini”, sambil memegang dada beliau. Takwa berbeda dari iman walau sama-sama ada di dalam hati. Makanya seruan untuk bertakwa ditujukan kepada orang beriman. Takwa hanya hadir bila ada iman. Keduanya membuahkan amal saleh yang bersifat lahiriah, tetapi juga dilandasi niat yang ikhlas, yaitu amal yang tidak saja ragawi tetapi juga mempunyai ruh.

Semakin tebal iman seseorang, semakin bertakwa dia dan semakin banyak amalnya (yang ikhlas), perasaan takut terhadap Allah akan berubah menjadi perasaan haibah (segan karena keagungan-Nya), perasaan dekat kepada-Nya atau perasaan cinta yang tulus kepadaNya. Selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah. Sufi seperti Rabi’atul Adawiyah adalah contoh dari orang yang cinta kepada Allah, suatu tingkat takwa yang tinggi.

Apakah ciri-ciri orang yang bertakwa (muttaqin)? Beberapa ayat awal al-Baqarah memuat beberapa ciri orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman pada yang gaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang diturunkan Allah kepadanya.

Dari berbagai sumber dapat dikemukakan pengertian muttaqin yaitu mereka yang menuju keampunan Tuhan, sanggup menahan amarah, mau minta maaf dan memaafkan kesalahan orang, tidak zalim pada dirinya sendiri dan pada orang lain, suka berbuat kebaikan, saat berbuat dosa segera ingat pada Allah dan istigfar, memenuhi janjinya dan kewajibannya, menjaga hak orang lain, tidak menyalahgunakan kekuasaan, adil, penuh empati, rendah hati, tidak sombong.

Dalam bulan Ramadhan ada suatu malam yang disebut lailatul qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Lailatul qadar adalah pencerahan rohani terhadap umat Islam. Rohani yang tercerahkan itu akan terlihat pada perilaku keseharian kita.

Kalau ada orang tetap menyalahgunakan kekuasaan (korupsi, kolusi, nepotisme), sombong, tidak punya empati, tidak suka sedekah, pemberang, tidak mau minta maaf dan memaafkan, tidak sholat dan membayar zakat, walaupun secara subyektif dia merasa atau mengaku menemukan lailatul qadar, patut kita ragukan pernyataannya itu.

Orang yang mengalami lailatul qadar pasti orang yang menghargai manusia dan kemanusiaan, tanpa memandang agama, suku dan keyakinan politik. Dia pasti orang yang punya kesalehan sosial, menyebar kedamaian, santun, berakhlak dan beretika, tidak suka kekerasan dan tidak memaksakan kehendak.

Banyak penceramah atau muballigh pada minggu terakhir Ramadhan mengajak kita untuk memperoleh kemenangan dalam berpuasa. Menurut saya, kemenangan dalam ber puasa tidak kita peroleh pada akhir bulan Ramadhan.

Kalau kita hanya diminta berpuasa yang realitasnya lebih bersifat fisik selama sebulan, lalu dianggap menang dalam berpuasa, alangkah mudahnya berpuasa.Tidak heran kalau kemudian kita lihat bahwa dampak positif puasa Ramadhan terhadap perilaku kita tidak besar.

Menurut saya, kita baru bisa dianggap memenangkan puasa setelah kita mampu meneruskan perilaku kejujuran, kedisiplinan, pengendalian diri, kasih sayang dan kesabaran yang kita peroleh pada bulan puasa ke dalam kehidupan kita sehari-hari selama sebelas bulan berikutnya setelah Ramadhan.

Kinilah saatnya kita mengevaluasi diri, apakah kita memperoleh kemenangan dalam puasa Ramadhan yang lalu. Kalau ternyata belum menang, kita mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya dalam bulan Ramadhan mendatang. Semoga Allah memberi kita kesempatan dan kemampuan untuk memperbaiki mutu puasa kita. Amin.

Wallahu a’lam bissawab …

Ad

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *