Hukum kurban menurut Mazhab Imam Syafi’i dan Imam Malik ini merupakan kelanjutan artikel tentang hukum kurban menurut Mazhab Imam Hanafi dan Imam Hambali. Keempat imam Mazhab Fikih ini merupakan rujukan Ahlussunah wa jamaah dalam menerapkan hukum Islam.
1. Hukum Kurban Menurut Imam Syafi’i
Menuurt Abu Abdullah Muhammad bin Idris as-Syafi’i atau yang biasa dikenal dengan Imam Syafi’I, seseorang yang dinilai telah memiliki kelapangan harta dan mampu membeli hewan kurban, dengan catatan telah memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya pada hari Idul Adha serta hari-hari tasryik, maka diwajibkan berkurban. Namun, apabila hartanya tidak ada sisa lebih setelah memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, maka tidak diwajibkan berkurban.
Maka dari itu, hukum berkurban menurut Imam Syafi’i adalah sunah muakad, dan dicukupkan sekali seumur hidup. Artinya, tidak perlu dilakukan setiap setahun sekali. Dalam Mazhab Imam Syafi’I sendiri, terdapat dua hukum cara untuk melaksanakannya kurban.
Yang pertama ialah hukum Sunah ‘Ain, yaitu sunah kurban yang dilakukan secara perorangan, yang mampu. Kedua, adalah hukum Sunah Kifayah, yaitu apabila ada satu keluarga, berapapun jumlahnya, jika salah satunya ada yang berkurban, maka cukup untuk mewakili semua keluarganya. Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW sebagai berikut :
Mikhnaf bin Sulaim berkata : “Ketika kami berkumpul bersama Nabi SAW, aku mendengar beliau berkata: Wahai para sahabat, untuk setiap satu keluarga setiap tahunnya dianjurkan untuk berkurban.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi. Hadis Hasan Gharib).
Sementara itu, Imam Syafi’i mengatakan bahwa seorang musafir, hukum berkurbannya ialah bernilai sunah. Sedangkan hukum berkurban atas nama anak-anak yang belum baligh tidak disunahkan.
Baca Juga : Hukum Kurban Menurut Mazhab Imam Hanafi dan Imam Maliki
2. Hukum Kurban Menurut Imam Hambali
Menurut Imam Hambali, jika seseorang bisa mengusahakan diri untuk membeli hewan kurban, walaupun dengan cara berutang, maka dia dianjurkan untuk berkurban. Hukum berkurban wajib bagi seseorang yang mampu melakukannya, namun menjadi sunah bila seorang muslim tidak mampu menunaikannya.
Dan apabila seorang muslim menjadi musafir, disunahkan baginya untuk berkurban. Sedangkan bagi anak-anak yang belum baligh, tidak disunahkan sama seperti hukum pada mazhab-mazhab lainnya.
Mazhab Hambali sendiri, menganut Imma Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Corak pemikiran pada mazhab ini tradisional. Hukum yang dibuatnya berdasar Al-Qur’an, Sunah, dan Ijtihad Ulama. Bila dalam kondisi terpaksa, beliau menggunakan hadis mursal dan qiyas.
Wallahu a’lam bissawab …