Aqiqah secara bahasa berarti rambut yang tumbuh pada janin sejak di dalam rahim, itu secara bahasa. Ada juga yang mengartikan aqiqah sebagai hewan yang disembelih ketika anak dipotong rambutnya. Keduanya adalah arti secara bahasa. Adapun maksud secara istilah, aqiqah adalah hewan yang disembeli sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak dengan niat dan syarat tertentu.
Mengikuti fikih syafiiyah, hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Dalil yang digunakan adalah hadis riwayat Tsamurah ibn Jundub, bahwasanya Rasulullah SAW dawuh: “Seorang anak tertahan dengan aqiqahnya (Al-ghulam murtahanun bi aqiqatihi).” Ada banyak tafsir tentang maksud kata “tertahan” dalam hadis itu, di antaranya adalah anak menjadi tidak bisa tumbuh layaknya anak-anak yang hebat, anak tidak bisa menyafaati orang tuanya, dan anak tidak bisa bebas dari gangguan setan. Untuk membebaskan anak itulah aqiqah menjadi sunnah muakkad.
Kapan waktu terbaik untuk melakukan aqiqah?
Waktu yang terbaik adalah di hari ketujuh kelahiran anak, berdasarkan hadis yudbahu anhu yauma sabi’. Bagaimana cara menghitung hari ketujuh? Dalam fikih, hari (yaum) adalah waktu sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, sedangkan setelah matahari terbenam hingga terbitnya fajar disebut dengan malam (lail).
Oleh karena itu, menghitung hari ketujuh kelahiran anak berarti harus melihat sang anak lahir pagi, siang, sore (yaum), atau malam (lail)? Misalkan lahir hari senin (pagi, siang, atau sore), maka hari senin dihitung sebagai hari pertama. Dengan itu, hari ketujuh adalah hari ahad atau minggu.
Namun jika lahir saat senin malam, maka, hari hari ketujuhnya adalah senin depan. Sebab, senin malam diikutikan hari selasa esoknya (kita biasa menyebutnya malam selasa).
Hari ketujuh adalah waktu terbaik untuk mengaqiqahi anak. Di Indonesia, pada hari ketujuh ini pula biasanya anak diberi nama dan dipotong rambutnya. Namun perlu diketahui bahwa kesunnahan aqiqah tetap berlaku meski sudah melewati hari ke-7. Batas waktunya adalah hingga anak mencapai baligh. Baligh bisa terjadi karena usia (umur 15 tahun) atau selain usia, seperti ihtilam (mimpi basah) atau haid.
Apabila anak tidak diaqiqahi hingga baligh, maka orang tuanya tidak lagi disunnahkan mengaqiqahinya, tetapi yang bersangkutan (sang anak) tetap dianjurkan untuk mengaqiqahi dirinya sendiri, meksi ada ikhtilaf tentang kesunnahan tersebut. Di antara pendapat yang menyatakan kesunnahannya adalah Imam Qaffal dari Mazhab Syafi’i.
Pendapat inilah yang banyak dipakai di Indonesia sehingga lumrah ada kejadian begini: Ketika ada orang yang mengeluhkan hidupnya pada seorang kiai, sang kiai menjawabnya, “Kamu belum aqiqah ya? Silahkan aqiqahi dirimu.” Meski yang sowan itu sudah tua atau sudah baligh, kiai tetap menyarankannya untuk mengaqiqahi dirinya.
Baca Juga : Aturan Pembagian Daging Kurban Menurut Islam
Berapa dan hewan apa yang disembelih untuk aqiqah?
Merujuk pada riwayat-riwayat hadis, ada yang menyebutkan 2 kambing untuk laki-laki dan 1 kambing untuk perempuan. Tapi ada juga riwayat yang menceritakan Rasulullah SAW mengaqiqahi Sayyidina Hasan dan Husein satu kambing tiap orang. Dengan riwayat yang seperti itu, bisa kita pahami bahwa lebih baik mengaqiqahi anak laki-laki dengan 2 kambing dan anak perempuan dengan 1 kambing. Tapi, jika tidak mampu, boleh mengaqiqahi anak laki-laki hanya 1 kambing saja.
Mengapa anak laki-laki sebaiknya 2 dan perempuan 1 kambing? Dalam kitab Al Muhaddzab, disebutkan bahwa aqiqah disyariatkan sebagai ungkapan rasa gembira atas kelahiran anak. Anak laki-laki dikatakan lebih menggemberikan dari anak perempuan, karena itu wujud rasa syukurnya dilebihkan. Terepas dari itu, prinsip dasar aqiqah adalah ma kana aksara fi’lan aksara fadhlan.
Semakin banyak, semakin bagus. Jadi seumpama mau mengaqiqahi anak menggunakan 5 ekor sapi, itu lebih baik, baik anaknya laki-laki atau perempuan. Jadi kita memahami angka 1 atau 2 kambing tadi sebagai standar minimal.
Adapun untuk jenis hewannya, aqiqah memiliki ketentuan yang sama dengan qurban, yaitu onta, sapi, dan kambing. Syaratnya juga sama: usianya telah mencapai standar minimal dan tidak ada cacat yang mengurangi kadar daging. Terkait usia, berikut rinciannya: Onta (lebih dari 5 tahun); Sapi dan kambing kacang (lebih dari 2 tahun); Domba atau kambing gibas (lebih dari 1 tahun atau telah berganti gigi/poel).
Wallahu a’lam bissawab …